Seperti yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dengan mengundang Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto selaku tiga bakal calon presiden (Capres) di Pilpres 2024 untuk adu gagasan pada 14 September mendatang.
Respons dari BEM UI bisa menjadi momentum bangkitnya kembali intelektual mahasiswa sekaligus angin segar bagi pertumbuhan pikiran, gagasan, dan demokrasi.
Sudah seharusnya pikiran dilawan dengan pikiran. Pikiran dikoreksi dengan pikiran. Pikiran dibantah dengan pikiran. Upaya ini juga dapat menjawab kegelisahan publik terhadap kebebasan berpikir, berekspresi, dan berpendapat.
Momentum tersebut sayangnya berpotensi kurang klimaks bila hanya mengandalkan keterlibatan mahasiswa. Bukan bermaksud menilai rendah kualitas dan kedudukan mahasiswa, hanya saja jauh lebih maksimal bila dialog dan debat kampanye tersebut juga melibatkan dosen.
Dengan modal kapasitas intelektual dan kegiatan penelitian yang sudah dijalankan, para dosen jauh lebih mudah untuk melakukan koreksi argumen. Baik dari segi kualitas dan kuantitas.
Instrumen dan bekal akademik yang dimiliki para dosen dapat membantu memberi kesimpulan berkualitas.
Sedangkan, mahasiswa dalam ruang ini dapat lebih mengedepankan pengkoreksian berbasis keresahan dan uji implementasi. Kekuatan mahasiswa ada di sana.
Sebab, dalam diri mahasiswa ada suatu pengembanan harapan dari suatu fungsi agen perubahan. Semua itu bermula dari keberanian untuk mengutarakan keresahan dan harapan.
Bila dosen dan mahasiswa dalam ruang dialog kampanye dapat bekerjasama dengan baik, niscaya suguhan debat akan benar-benar otentik dan menggairahkan. Tidak berkutat pada argumen tanya jawab seperti kuis dalam debat capres sebelum-sebelumnya. Dosen dan mahasiswa wajib berkolaborasi.
Pada akhirnya, kolaborasi dosen-mahasiswa dalam kampanye politik di tempat pendidikan akan mengajarkan nilai-nilai demokrasi yang otentik, bermartabat, dan berdaulat.
Terlebih lagi dibantu dan didorong oleh jangkauan media siar dan terbukanya batas informasi, pengajaran pendidikan politik akan berlangsung dengan sendirinya.
Dan yang terpenting, kampanye di mana pun berada, tetap harus menjunjung tinggi nilai kebenaran dan tanggung jawab kebangsaan. Masyarakat Indonesia sudah sangat bosan bila terus-terusan menagih janji politik kampanye.
Dengan dibukanya pintu masuk ke kampus, kampanye diharapkan memberi janji-janji realistis yang bisa ditagih nilai dan manfaatnya.
Kita bisa sedikit optimistis, mengingat bagaimanapun kampus memiliki instrumen akademik dan basis intelektualitas yang mumpuni untuk mengoreksi dan mengevaluasi duduk nilai dan manfaat dari sebuah kampanye-kampanye.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.