JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, meminta organisasi profesi (OP) yang menolak Undang-Undang Kesehatan jangan menyebar berita bohong (hoaks) di luar hanya karena kepentingannya tidak terpenuhi.
Sebab, UU Kesehatan ini bertujuan memperbaiki dan mentransformasi sistem kesehatan di Indonesia, mulai dari layanan primer hingga layanan rujukan, serta meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM Kesehatan.
Selama pembahasan pun, organisasi profesi telah banyak dilibatkan. Namun, hanya karena tidak semua masukannya mampu diakomodasi, ia meminta pihak yang menolak itu mampu berpikir lebih luas dan mampu menerima dengan baik.
Baca juga: Bantah Tak Transparan, DPR Nyatakan Sudah Undang Organisasi Profesi Bahas UU Kesehatan
"Teman-teman OP selalu saya katakan, tolong berpikir lebih besar sehingga jangan lagi membuat hoaks di luar, tidak diundang. Kadang-kadang kita merasa kok sayang sekali teman-teman OP yang harusnya bisa berpikir besar, (justru) berpikir sempit," kata Melki dalam diskusi daring FMB 9, dikutip pada Selasa (18/7/2023).
Melki lantas menyatakan, undangan diskusi bersama organisasi profesi tidak hanya diberikan satu kali. Ia mencatat, DPR RI mengundang organisasi profesi hingga beberapa kali.
Termasuk, kata dia, saat RUU Kesehatan masih berada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
"Cuma kan ini kan selalu disebar bahwa tidak pernah diundang, tidak pernah didengarkan. Jadi karena saya kenal baik dengan semua pimpinan OP-OP ini, saya merasa sayang saja, kalau saya cerita saya buka aib orang," kata Melki.
Baca juga: Saat UU Kesehatan Dinilai Muluskan Dokter Spesialis Asing Praktik di Indonesia...
Adapun salah satu masukan yang tidak bisa diterima oleh pemerintah dan DPR RI adalah soal organisasi tunggal untuk organisasi profesi.
Menurut Melki, hal ini tidak sesuai dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak berserikat dan berkumpul.
Karena tidak lagi tunggal, pemerintah akan membuat regulasi untuk penataan OP.
"Jadi OP bisa lebih dari satu, nanti pemerintah buat regulasi bagaimana OP ini diatur, ditata, dalam jumlah yang cukup, yang memadai sesuai dengan kompetensi dan ukuran tertentu sehingga mereka bisa tetap bekerja. Tapi jangan melarang hak berserikat berkumpulnya," ucap Melki.
Pertimbangan ini, kata Melki, turut didasari oleh para tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang ingin agar OP tidak tunggal.
Baca juga: Komisi IX DPR RI Bantah UU Kesehatan Muluskan Dokter Asing: Tidak Ada Itu, Ada Screening Ketat
Beragamnya OP justru memberikan alternatif dan keleluasaan bagi tenaga medis dan nakes dalam menjalani pekerjaan profesionalnya.
"Mereka merasa kalau OP satu itu, mereka tidak punya alternatif untuk juga bisa melaksanakan keprofesionalan meraka dengan lebih bebas," ungkap Melki.
"Jadi saya sudah katakan berkali-kali jangan karena kepentingan kelompok itu terganggu, kemudian kita buat seolah UU ini tidak berpihak untuk kepentingan banyak orang," jelas Melki.
Sebagai informasi, DPR RI telah mengesahkan UU Kesehatan pada Selasa (11/7/2023).
Pengesahan itu diwarnai dengan aksi unjuk rasa organisasi profesi di depan kompleks parlemen di wilayah Senayan, Jakarta Pusat tersebut.
Lima organisasi profesi pun berencana mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Mereka merasa bahwa usulan dan masukannya tidak terakomodasi, sehingga UU Kesehatan belum memenuhi unsur partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).
Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUUXVII2020, partisipasi publik bermakna tak sebatas pada pemenuhan hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard). Namun, sejauh mana pemerintah dapat mempertimbangkan hak warga dalam memberikan pendapatnya (right to be considered).
Jika pemerintah belum setuju atau tidak setuju atas pendapat yang disampaikan masyarakat, maka warga negara berhak untuk mendengar alasan atau pertimbangan ketidaksetujuan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.