JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan perkara nomor 120/PUU-XX/2022 untuk memperpanjang masa jabatan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi dan kabupaten/kota demi keserentakan rekrutmen pasca-2024.
Sebetulnya, MK sependapat bahwa desain keserentakan pemilu yang dimulai sejak 2019 untuk Pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta ditambah dengan Pilkada Serentak pada 2024, idealnya dibarengi dengan keserentakan pengisian jabatan anggota KPU.
Namun, menurut MK, pengisian jabatan/rekrutmen itu harus dilakukan sebelum tahapan pemilu dimulai. Sementara itu, tahapan Pemilu 2024 sudah kadung berjalan sejak 14 Juni 2022.
Baca juga: MK Tolak Perpanjang Masa Jabatan KPU di Daerah agar Berakhir Serentak Usai 2024
KPU RI pun kadung melantik sejumlah anggota KPU kota/kabupaten dari berbagai provinsi di tengah tahapan ini.
"Dengan telah dimulainya tahapan tersebut, menjadi tidak relevan bagi Mahkamah untuk mempertimbangkan permohonan pemohon berkaitan dengan perpanjangan masa jabatan penyelenggara pemilu di beberapa daerah," kata hakim konstitusi Guntur Hamzah membacakan bagian pertimbangan putusan pada Selasa (27/6/2023).
Oleh karena itu, MK tak sepakat bahwa beragamnya akhir masa jabatan para anggota KPU daerah, di tengah tahapan krusial Pemilu 2024, menjadi alasan untuk KPU tak maksimal dalam menjamin profesionalitas penyelenggaraan pemilu.
Baca juga: Aturan Masa Jabatan Ketum Parpol Digugat ke MK, Singgung Hubungan Megawati ke Jokowi
Majelis hakim menyebutkan beberapa argumentasi. Salah satu di antaranya, struktur organisasi KPU terdiri dari anggota yang bersifat temporer (lembaga ad hoc seperti PPK, PPS, KPPS) dan permanen.
Di samping itu, KPU dilengkapi dengan kesekretariatan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Mahkamah berpendapat, hal ini seharusnya sudah bisa membuat KPU menyelenggarakan pemilu "dengan menjunjung tinggi prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 tanpa perlu terganggu dengan pengaturan masa jabatan penyelenggara pemilu".
Di sisi lain, menurut MK, proses rekrutmen anggota KPU daerah, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dilakukan oleh tim seleksi yang keanggotaannya tidak berasal dari unsur KPU.
Baca juga: Aturan Masa Jabatan Ketum Parpol Digugat ke MK, Politikus Gerindra: Aneh, Perampokan Namanya
KPU hanya bertugas melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU daerah.
"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, KPU masih dapat menjalankan tugas dan wewenangnya dalam tahapan penyelenggaraan pemilu sekalipun adanya seleksi," kata
"Berdasarkan penalaran yang wajar, tahapan penyelenggaraan pemilu tidak akan terganggu sekalipun dilakukan proses seleksi keanggotaan KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dilaksanakan secara bersamaan dengan seleksi calon anggota KPU dimaksud sebagaimana yang dikhawatirkan oleh pemohon," jelasnya.
Oleh karenanya, MK menilai dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya dan menolak permohonan mereka untuk memperpanjang masa jabatan para anggota KPU daerah.
Baca juga: Aturan Masa Jabatan Ketum Parpol Digugat ke MK, Demokrat: Tidak Semuanya Diatur Negara
Sebelumnya, permohonan ini dilayangkan Yayasan Pusat Studi Strategis dan Kebijakan Indonesia atau Centre for Strategic and Indonesian Public Policy (CSIPP) bersama 2 warga negara bernama Bahrain dan Dedi Subroto.