JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan tiga alasan pemerintah menggelar kick off pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu di Aceh.
Diketahui, kick off baru saja digelar di Rumah Geudong, Pidie, Aceh, pada Selasa (27/6/2023).
“(Alasan) pertama, kontribusi penting dan bersejarah rakyat dan Provinsi Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia,” kata Mahfud dalam sambutannya, Selasa.
Baca juga: Mahfud: Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Selalu Gagal Dibuktikan di Pengadilan
Alasan kedua, penghormatan negara terhadap bencana kemanusiaan tsunami tahun 2004.
“Yang ketiga respect pemerintah yang begitu tinggi terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh,” ujar Mahfud.
Mahfud menyebutkan, ketiga hal tersebut memiliki dimensi kemanusiaan yang kuat.
“Relevan dengan agenda pemenuhan hak korban dan pencegahan yang sudah, sedang, dan akan terus dilakukan,” kata Mahfud.
Adapun Presiden Joko Widodo baru saja meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di Rumah Geudong, pada Selasa ini.
Peluncuran dihadiri secara langsung maupun virtual oleh para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Menurut Jokowi, penyelesaian secara non-yudisial itu bertujuan memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM.
Baca juga: Jokowi Resmi Luncurkan Penyelesaian Non-Yudisial untuk 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Selain itu, untuk memberikan atensi kepada para korban dan keluarga korban.
"Pada hari ini kita berkumpul secara langsung maupun virtual di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh ini untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran ham berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi korban dan keluarga korban," kata Jokowi.
"Karena itu, luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju," ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan, pada Januari 2023, ia telah memutuskan bahwa pemerintah menempuh penyelesaian non-yudisial yang fokus pada pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial.
Baca juga: Hari Ini, Jokowi Luncurkan Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Aceh
Kepala Negara pun menyatakan bahwa peluncuran program menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya pencegahan agar hal serupa tidak akan pernah terulang kembali pada masa datang.
Adapun 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang dimaksud antara lain:
1. Peristiwa 1965-1966.
2. Peristiwa Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985.
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989.
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989.
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Baca juga: Rumoh Geudong Pidie Dirobohkan, PBHI: Menghancurkan Alat Bukti Pro-Justitia Pelanggaran HAM Berat
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999.
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999.
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999.
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002.
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003.
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.