Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK soal Sistem Pemilu Dipuji

Kompas.com - 16/06/2023, 07:22 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penantian panjang terkait sistem pemilu legislatif (pileg) yang diterapkan di Indonesia akhirnya menemukan jawabannya setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengucapkan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022, Kamis (15/6/2023).

Majelis hakim memutuskan tak mengganti sistem proporsional daftar calon terbuka yang diterapkan untuk pileg sebagaimana diatur UU Pemilu.

Putusan yang mengadili permohonan 6 warga negara pasa 14 November 2022 ini, dua di antaranya adalah kader PDI-P dan Nasdem, dipuji sejumlah pihak sebagai putusan yang komprehensif serta memperkaya khazanah kepemiluan dan ketatanegaraan.

Baca juga: MK Sebut Sistem Proporsional Tertutup Belum Terbukti Buat Caleg Perempuan Capai Kuota

Pujian ini datang, misalnya, dari PDI-P melalui perwakilannya Arteria Dahlan yang sebetulnya mendukung penerapan sistem proporsional daftar calon tertutup.

Pujian sejenis juga meluncur dari mulut eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, yang justru dilaporkan MK ke organisasi advokat karena menyebar isu tak benar soal putusan perkara ini ketika majelis hakim belum menyusun putusan.

Baca juga: MK Sarankan KPU Pertimbangkan e-Voting Buat Efisiensi Biaya Pemilu

Lantas, apa saja pertimbangan MK?

Melacak maksud konstitusi

Dalam bagian pertimbangan putusan, Mahkamah membantah semua dalil pemohon, mulai dari anggapan bahwa sistem proporsional terbuka bertentangan dengan Pancasila, menyuburkan politik uang dan korupsi, melemahkan partai politik, hingga menyulitkan keterwakilan perempuan.

Menurut MK, masalah-masalah di atas bukan secara utama disebabkan oleh penerapan jenis sistem pemilu tertentu.

Yang menarik dan paling penting, MK membantah dalil bahwa penerapan sistem proporsional terbuka di mana pemilih mencoblos langsung caleg pilihan mereka di surat suara, dengan argumentasi yang amat komprehensif.

MK menegaskan bahwa konstitusi Indonesia tidak pernah mengatur jenis sistem pileg.

Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik" dianggap tidak serta-merta berarti dikehendakinya sistem pileg proporsional daftar calon tertutup di mana pemilih hanya memilih partai politik di dalam surat suara.

Baca juga: Saat MK Menggugat Peran Partai Politik soal Caleg Pragmatis

Setelah melacak original intent dan penafsiran sistematis terhadap pasal ini, Mahkamah justru berkesimpulan bahwa meskipun konstitusi tidak mengatur jenis sistem pemilu, namun sistem proporsional daftar calon terbuka lebih dekat dengan konstitusi.

"Sistem pemilihan umum proporsional dengan daftar terbuka lebih dekat kepada sistem pemilihan umum yang diinginkan oleh UUD 1945," kata Wakil Ketua MK, Saldi Isra, membacakan pertimbangan putusan.

Baca juga: Pihak Denny Indrayana Hormati Sekaligus Sayangkan Langkah MK yang Akan Lapor ke Organisasi Advokat

Pelacakan original intent ini pun dibedah MK lewat sejarah perumusan UUD 1945 oleh para pendiri bangsa serta dinamika yang berkembang ketika konstitusi diamendemen memasuki Reformasi.

Ketika itu, MK menyebut, lebih banyak aspirasi soal penerapan pileg sistem distrik. Aspirasi lain adalah sistem proporsional daftar calon terbuka.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu.KOMPAS.com / IRFAN KAMIL Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu.

Halaman:


Terkini Lainnya

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com