Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Ingatkan Lukas Enembe, Bersikap Tak Kooperatif Bisa Jadi Pertimbangan Memberatkan

Kompas.com - 13/06/2023, 09:20 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan, sikap tidak kooperatif Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe dalam persidangan bisa menjadi pertimbangan memberatkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Lukas sebelumnya “ngambek” tidak mau keluar rumah tahanan (Rutan) untuk menjalani sidang secara online dari gedung KPK.

Ia juga mengaku sakit sehingga pembacaan surat dakwaan ditunda. Namun, setelah itu ia kemudian meminta hadir secara offline.

Baca juga: Hakim Minta Simpatisan Lukas Enembe Percayakan Proses Persidangan

“Tentu ada hal memberatkan atau meringankan pasti akan jadi pertimbangan ketika terdakwa tidak kooperatif pada proses persidangan,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (13/6/2023).

Sebagaimana diketahui, pada tahap penuntutan Jaksa akan mengungkapkan sejumlah alasan pemberat maupun meringankan.

Alasan itu menjadi pertimbangan dalam mengajukan tuntutan kepada majelis hakim. Pun saat menjatuhkan putusan, majelis hakim juga mempertimbangkan alasan memberatkan dan meringankan.

Baca juga: Lukas Enembe yang Bikin Bingung Hakim: Sempat Bilang Sakit, tapi Bisa Sidang jika Offline

Ali mengatakan, dalam persidangan selanjutnya, Jaksa KPK akan membawa hasil resume medis yang dengan detail akan menjelaskan kondisi kesehatan Lukas.

Lebih lanjut, Ali menegaskan bahwa persidangan merupakan tempat untuk menguji hasil penyidikan KPK terkait dugaan suap dan gratifikasi Lukas Enembe.

Sementara itu, Lukas sebagai terdakwa melalui pengacaranya memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan Jaksa.

“Sidang akan dinilai, jika bersalah ya dihukum begitu juga sebaliknya,” kata Ali.

Baca juga: Minta Sidang Langsung di Pengadilan, Kubu Lukas Enembe Jamin Kemanan

Sebelumnya, KPK menilai sikap Lukas dalam siang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Sikap Lukas di persidangan pun membuat Ketua majelis Hakim Pengadilan Tipikor bingung.

Setelah mengaku sakit sehingga pembacaan dakwaan ditunda ia meminta sidang offline.

"Lho, tadi ngaku sakit, sekarang sudah sembuh, bisa atau tidak?" kata Ketua Majelis Hakim Tipikor, Rianto Adam Pontoh.

"Bisa," jawab Lukas Enembe yang hadir secara daring dari Rutan KPK.

Baca juga: KPK Sebut Lukas Enembe Tak Kooperatif karena Mengaku Sakit Saat Sidang

Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD pada September 2022.

Awalnya, KPK hanya menemukan bukti aliran suap Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka.

Namun, dalam persidangan Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp 35.429.555.850 atau Rp 35,4 miliar.

Belakangan, KPK menyebut Lukas Enembe diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 46,8 miliar dari berbagai pihak swasta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK,

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK,

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com