Sebab, jika beda tafsir soal teknis penghitungan waktu yang diperlukan eks terpidana untuk maju sebagai caleg, maka lembaga penyelenggara pemilu tidak satu sikap dalam menentukan syarat yang harus dipenuhi secara mutlak oleh caleg.
Bisa jadi, atas tafsir masing-masing, KPU menilai bakal caleg tertentu memenuhi syarat pendaftaran, sedangkan Bawaslu menganggapnya tak memenuhi syarat. Ini mengacaukan asas kepastian hukum yang merupakan salah satu asas utama penyelenggaraan pemilu.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menegaskan bahwa eks terpidana harus menunggu masa jeda 5 tahun usai bebas murni.
Baca juga: KPK Ingatkan KPU Ikuti Putusan MK soal Syarat Eks Terpidana Boleh Jadi Caleg
Titik tolak perhitungan masa jeda 5 tahun itu yakni setelah terpidana betul-betul tak lagi menjalani pidana apa pun, termasuk pidana tambahan pencabutan hak politik.
"Kalau masih menjalani pidana pencabutan hak politik, masih terpidana dong, belum bebas murni," ujar Bagja kepada Kompas.com, Selasa lalu.
"Batasannya jelas: setelah tidak dihukum lagi, baik di dalam penjara maupun di luar penjara. Kapan seharusnya yang bersangkutan bebas dari semua (kaitan dengan) lembaga pemasyarakatan dan semua hukuman? Ambil jaraknya 5 tahun setelah itu," kata dia.
Penafsiran yang berlainan antarpihak ini memang membingungkan. Untuk lebih mudahnya, ada baiknya menggunakan simulasi berdasarkan tafsir masing-masing pihak.
Ambil contoh seorang terdakwa berinisial A terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan terlibat kasus korupsi yang merugikan keuangan negara pada Januari 2010.
Majelis hakim menjatuhinya vonis 10 tahun penjara plus pidana tambahan pencabutan hak politik selama 3 tahun.
Itu artinya, A baru akan keluar penjara pada Januari 2020. Selain itu, ia tidak memiliki hak untuk dipilih hingga Januari 2023.
Baca juga: JPPR Temukan 8 Eks Terpidana Korupsi Jadi Bacalon DPD, Ini Daftar Kasusnya
Mengacu pada tafsir KPU, maka A sudah bisa mencalonkan diri pada Pemilu 2024, karena pendaftaran bakal caleg dibuka pada Mei 2023 atau 4 bulan setelah pencabutan hak politiknya berakhir.
A tidak perlu menunggu masa jeda 5 tahun lagi, sebab sudah menjalani vonis pencabutan hak politik.
Akan tetapi, menurut ICW dan Perludem cs, perhitungan KPU keliru. A dianggap baru pulih hak politiknya per Januari 2025.
Hitungan ini diperoleh terhitung sejak A bebas dari pidana pokok pada Januari 2020 plus 5 tahun masa jeda, tak peduli apakah ia dijatuhi vonis tambahan pencabutan hak politik atau tidak.
Namun, bagi Bawaslu, lain lagi. A dianggap baru pulih hak politiknya pada Januari 2028.
Hitungan ini didapat terhitung sejak A bebas dari pidana pokok pada Januari 2020, ditambah masa pencabutan hak politik sebagai pidana tambahan selama 3 tahun hingga Januari 2023.
Pada Januari 2023 itu lah, A baru bisa dianggap bebas murni dari segala bentuk pidana. Terhitung sejak 2023 itu lah, masa jeda 5 tahun sebagaimana diamanatkan MK baru berlaku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.