Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembunuhan Ita Martadinata, "Pukulan Telak" yang Bungkam Korban Pemerkosaan Mei 1998

Kompas.com - 22/05/2023, 10:28 WIB
Fika Nurul Ulya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tragedi Mei 1998 sudah berlalu 25 tahun lamanya. Namun, berbagai kisah dibalur kengerian terus membekas di hati korban dan para relawan yang aktif di masa itu.

Di masa itu, terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997. Krisis tersebut lantas berkepanjangan, diperparah dengan keadaan politik dalam negeri yang kacau. Di tengah-tengah peristiwa, terjadi pemerkosaan masif terhadap perempuan etnis Tionghoa.

Salah satu tragedi mengerikan adalah pembunuhan terhadap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga korban pemerkosaan Mei 1998, Ita Martadinata.

Ita yang masih berusia 18 tahun dibunuh pada 9 Oktober 1998, tepat sebelum memberikan kesaksian di hadapan forum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, AS.

Baca juga: Soeharto di Mesir Saat Kerusuhan Mei 1998 Meletus, Sepertiga Kekuatan Militer Duduki Ibu Kota

Pembunuhan Ita diceritakan kembali oleh Ita Fatia Nadia, yang kala itu menjadi anggota Tim Relawan Kemanusiaan (TRK).

Tingginya kasus pemerkosaan pada kala itu membuat TRK membentuk subdivisi khusus bernama Tim Relawan untuk Kekerasan terhadap Perempuan (TRKP).

Ita Fatia Nadia yang menjabat sebagai Direktur dari organisasi perempuan bernama Kalyanamitra, turut menjadi koordinator TRKP.

"Saya baru bisa cerita sekarang. Sebelumnya saya enggak (sanggup). Jadi saya melihat begitu langsung terkesiap," kata Ita menceritakan kesaksiannya, dalam wawancara daring dengan Kompas.com, Rabu (17/5/2023) malam.

Ita Martadinata dibunuh

Ita bercerita, kejadian itu bermula ketika komunitas Buddhis di Indonesia mendapatkan undangan untuk bersaksi di Sidang PBB di New York.

Saat itu, yang berani memberikan kesaksian adalah Ita Martadinata dengan ibunya, Wiwin Haryono, yang merupakan aktivis buddhism.

Ita dan ibunya lantas datang ke kantor Kalyanamitra di Jalan Kaca Jendela, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kedatangannya diminta oleh Ketua Tim Relawan Kemanusiaan Kerusuhan Mei 1998, Ignatius Sandyawan Sumardi.

Baca juga: Jakarta Membara dalam Kerusuhan 25 Tahun Lalu: Massa Mengamuk, Mobil Dibakar, dan Bangunan Dijarah

Ita Martadinata Haryono, aktivis hak asasi manusia yang berjuang untuk korban pemerkosaan 1998, Foto ISTIMEWA via Tribunnewswiki Ita Martadinata Haryono, aktivis hak asasi manusia yang berjuang untuk korban pemerkosaan 1998,

Sesampainya di sana, tim membuatkan pernyataan (statement) yang akan dibacakan Ita di Sidang PBB. Begitu pula menyiapkan kondisi Ita secara psikologis, paspor, tiket pesawat, dan lainnya yang dibutuhkan.

Naas, Ita dikabarkan terbunuh beberapa hari sebelum berangkat. Pembunuhan itu pertama kali didengar Ita Fatia Nadia dari Lily Zakiyah Munir, seorang aktivis hak perempuan dan anggota Nahdlatul Ulama (NU).

"Sore hari jam 16.00 WIB saya mendapat telepon. 'Mbak, Ita Martadinata meninggal, dibunuh'," kata Ita memperagakan pola lawan bicaranya di telepon.

Merasa tidak percaya, Ita bertanya balik.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Megawati Cermati 'Presidential Club' yang Digagas Prabowo

Megawati Cermati "Presidential Club" yang Digagas Prabowo

Nasional
Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK, Diduga Sewa Pengacara Sengketa Pileg untuk Lawan MK di PTUN

Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK, Diduga Sewa Pengacara Sengketa Pileg untuk Lawan MK di PTUN

Nasional
Pascaerupsi Gunung Ruang, BPPSDM KP Lakukan “Trauma Healing” bagi Warga Terdampak

Pascaerupsi Gunung Ruang, BPPSDM KP Lakukan “Trauma Healing” bagi Warga Terdampak

Nasional
Momen Jokowi Bersimpuh Sambil Makan Pisang Saat Kunjungi Pasar di Sultra

Momen Jokowi Bersimpuh Sambil Makan Pisang Saat Kunjungi Pasar di Sultra

Nasional
Jokowi Jelaskan Alasan RI Masih Impor Beras dari Sejumlah Negara

Jokowi Jelaskan Alasan RI Masih Impor Beras dari Sejumlah Negara

Nasional
Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

Nasional
Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Nasional
Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Nasional
Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Nasional
Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Nasional
KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

Nasional
Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Nasional
100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

Nasional
KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

Nasional
Tata Kelola Makan Siang Gratis

Tata Kelola Makan Siang Gratis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com