Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lembaga Survei Abal-Abal Jadi Jalan Pintas Politikus Katrol Elektabilitas Semu Demi Dikenal

Kompas.com - 18/05/2023, 10:09 WIB
Singgih Wiryono,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Perhimpunan Survei Opini Publik (Persepi) Philip J Vermonte mengatakan lembaga survei abal-abal mulai bermunculan menjalng Pemilu 2024. Maraknya kehadiran lembaga survei ini tidak lepas dari keinginan politisi yang mencari jalan pintas agar dikenal publik.

"Mungkin ada yang menganggap tahun politik merasa adalah perang informasi. Jadi dia harus membanjiri masyarakat dengan gambaran bahwa dia adalah aktor yang kuat, calon yang kuat sehingga bisa didukung," ujar Philip dalam acara Gaspol di Kompas.com dikutip Kamis (18/5/2023).

Menurut Philip, para politisi itu mengharapkan efek Bandwagon dengan banjirnya informasi di tengah publik.

Baca juga: GASPOL! Hari Ini: Lembaga Survei Abal-abal Jelang Pemilu 2024

 

Secara sederhana, efek Bandwagon merupakan sebuah upaya untuk mengorkestrasi munculnya nama atau sosok tertentu, dengan harapan publik akan memberikan atensi dan menjatuhkan pilihan terhadap sosok itu.

Namun, penelitian terhadap efek ini, menurutnya, belum lah final untuk mengetahui seberapa besar dampak dari maraknya publikasi atas calon tertentu terhadap elektoralnya.

"Dalam akademik walaupun risetnya belum konklusif ya, ada yang bilang ada efek orang akan ikut yang menang, kira-kira yang ramai mana dia ikut," ucap dia.

Menurut Philip, banyak politisi yang mengambil jalan pintas ini sehingga lembaga survei abal-abal seringkali laku di tahun-tahun politik.

Baca juga: Enggan Komentari Sosok Cawapres, Maruf Amin: Lembaga Survei yang Tahu

"Ada juga orang yang dikasih tau surveinya kecil, tidak mau memperbaiki kampanyenya, ambil jalan pintas ya itu tadi pakai survei abal-abal akan meng-create bahwa dia punya elektabilitas yang baik. Nah ini masalahnya yang sering terjadi," ucap dia.

Namun tidak semua politisi mengambil jalan pintas tersebut. Philip mencontohkan Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ketika SBY pertama kali ingin mencalonkan diri sebagai capres pada 2004 lalu, elektabilitasnya baru di angka 6-7 persen.

Saat itu, SBY tahu bahwa elektabilitasnya rendah. Sehingga, menurutnya, SBY mengambil langkah strategis dengan mengubah gaya kampanye dan menciptakan momentum politik.

Baca juga: Bupati Kapuas Diduga Pakai Uang Hasil Korupsi Untuk Bayar 2 Lembaga Survei Nasional

"Kalau meningkatkan elektabilitas di kota ini, harus melakukan apa misalnya. Pelan-pelan surveinya naik akhirnya dia menang menjadi presiden," kata Philip.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com