mengatakan, posisi Airlangga sebagai ketua tim pemenangan merupakan posisi yang spesial, sama dengan peran Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir ketika menjadi ketua tim pemenangan Joko Widodo - Ma’ruf Amin pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
“Ya kan tim pemenangan, kayak Pak Erick kan tim pemenangan. Kan Pak Erick jadi anak istimewa, kira-kira begitu,” ujar dia.
Baca juga: Golkar Beri Sinyal Dukung Prabowo Capres, Airlangga Cawapresnya
Di sisi lain, ia menampik jika dianggap penjajakan koalisi besar menjadi alternatif pembentukan koalisi PKB-Golkar apabila negosiasi dengan partai politik (parpol) lain mentok di tengah jalan.
“Enggak, belum ada opsi itu,” ujar Faisol.
Ketika dikonfirmasi terpisah, Nusron merasa keberatan dengan gagasan PKB supaya Airlangga menjadi tim pemenangan Prabowo-Muhaimin.
Nusron kemudian menekankan rapat antara elite PKB dan Partai Golkar sebagai tim pemenangan koalisi besar sama sekali tidak membahas soal pengusungan calon presiden (capres) dan cawapres.
Keputusan itu, menurut Nusron, diserahkan pada ketua umum partai politik (parpol) koalisi besar.
“Rapat tadi tidak membicarakan soal capres dan cawapres. Kita sepakat soal itu dibahas bersama ketum koalisi,” kata dia.
Baca juga: Tolak Tawaran PKB, Golkar Ingin Airlangga Jadi Cawapres Koalisi Besar, Bukan Ketua Tim Pemenangan
Sebanyak lima partai politik pendukung pemerintahan saat ini memang sedang menjajaki pembentukan koalisi besar.
Kelimanya adalah Partai Gerindra, PKB, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), serta Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun, PPP sudah menekankan tak bisa berkoalisi dengan parpol yang tidak mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres).
Sementara itu, PAN ingin mendukung Erick Thohir untuk ikut dalam kontestasi Pilpres 2024.
Golkar dan PKB dinilai harus mengesampingkan ego dan melihat kenyataan dalam peta politik saat ini jika memang masih berharap gagasan koalisi besar bisa terwujud.
Menurut peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, Partai Golkar dan Airlangga mesti menyadari tingkat elektabilitas tokoh politik yang mereka usung belum cukup bersaing untuk diajukan sebagai kandidat peserta Pilpres.
Baca juga: Golkar Klaim Koalisi Besar Akan Jadi Poros Alternatif, Tidak Pro Cebong atau Kampret
"Prospek tingkat elektabilitas tentu harus menjadi bagian penting harus dipertimbangkan dalam menentukan komposisi pasangan calon," kata Bawono saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/5/2023).
Menurut Bawono, meskipun merupakan partai ketiga terbesar berdasarkan hasil Pemilu 2019, tetapi Partai Golkar harus lebih realistis melihat tingkat elektabilitas Airlangga Hartarto saat ini tidak cukup bersaing dibandingkan nama-nama lain di jajaran bakal cawapres.