JAKARTA, KOMPAS.com - Dialog antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Golkar terkait keinginan masing-masing untuk mendukung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden (Capres) 2024 nampaknya cukup alot.
Di sisi lain, kedua partai politik itu ikut mengusung gagasan koalisi besar buat menghadapi Pemilu 2024 mendatang.
Akan tetapi, kedua partai politik itu mempunyai aspirasi politik masing-masing yang sama-sama kuat terkait siapa sosok yang bakal mendampingi Prabowo atau menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres).
Golkar dan PKB juga tercatat sudah 3 kali melakukan pertemuan politik. Akan tetapi, kedua belah pihak tetap berkeras dengan keinginan masing-masing.
Dalam pertemuan terbaru di antara kedua petinggi partai politik itu terungkap perbedaan pandangan yang berbeda terkait siapa sosok yang bakal mendampingi Prabowo.
Di sisi lain, Partai Golkar juga bagian dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dibentuk bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar Nusron Wahid yang menjadi utusan tim pemenangan koalisi besar mengatakan, mereka tetap menginginkan sang Ketua Umum Airlangga Hartarto dipasangkan dengan Prabowo.
"Salah satu proporsal adalah Prabowo presiden, dan wakil presidennya dari KIB yaitu Airlangga Hartarto," kata Nusron dalam pertemuan PKB dan Golkar di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Akan tetapi, Nusron mengatakan, usulan tersebut harus diterima oleh partai-partai yang ada di koalisi besar, seperti PKB dan PAN. Menurut dia, PKB dan Golkar selaku motor pembentukan koalisi besar sedang bekerja untuk mencari titik temu.
"Semangat kerjanya adalah niat untuk menang dan cara kerja untuk menang. Dan kalau sudah ketemu semangat kerjanya, dan figur itu nomor sekian. Persentase sudah 70 persen," kata dia.
Di sisi lain, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB Faisol Riza justru mempunyai pendapat berbeda. Hal itu disebabkan PKB menginginkan sang Ketua Umum Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dipasangkan dengan Prabowo.
Sementara Airlangga, kata Faisol, diharapkan mau menjadi ketua tim pemenangan Prabowo.
“Kita senang kalau Pak Airlangga jadi ketua tim pemenangan,” ujar Faisol di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Menurut Faisol, saat ini PKB dan Gerindra sepakat mengusung formasi bakal capres-cawapres Prabowo dan Muhaimin.
mengatakan, posisi Airlangga sebagai ketua tim pemenangan merupakan posisi yang spesial, sama dengan peran Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir ketika menjadi ketua tim pemenangan Joko Widodo - Ma’ruf Amin pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
“Ya kan tim pemenangan, kayak Pak Erick kan tim pemenangan. Kan Pak Erick jadi anak istimewa, kira-kira begitu,” ujar dia.
Di sisi lain, ia menampik jika dianggap penjajakan koalisi besar menjadi alternatif pembentukan koalisi PKB-Golkar apabila negosiasi dengan partai politik (parpol) lain mentok di tengah jalan.
“Enggak, belum ada opsi itu,” ujar Faisol.
Nusron kemudian menekankan rapat antara elite PKB dan Partai Golkar sebagai tim pemenangan koalisi besar sama sekali tidak membahas soal pengusungan calon presiden (capres) dan cawapres.
Keputusan itu, menurut Nusron, diserahkan pada ketua umum partai politik (parpol) koalisi besar.
“Rapat tadi tidak membicarakan soal capres dan cawapres. Kita sepakat soal itu dibahas bersama ketum koalisi,” kata dia.
Sebanyak lima partai politik pendukung pemerintahan saat ini memang sedang menjajaki pembentukan koalisi besar.
Kelimanya adalah Partai Gerindra, PKB, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), serta Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun, PPP sudah menekankan tak bisa berkoalisi dengan parpol yang tidak mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres).
Sementara itu, PAN ingin mendukung Erick Thohir untuk ikut dalam kontestasi Pilpres 2024.
Harus realistis
Golkar dan PKB dinilai harus mengesampingkan ego dan melihat kenyataan dalam peta politik saat ini jika memang masih berharap gagasan koalisi besar bisa terwujud.
Menurut peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, Partai Golkar dan Airlangga mesti menyadari tingkat elektabilitas tokoh politik yang mereka usung belum cukup bersaing untuk diajukan sebagai kandidat peserta Pilpres.
"Prospek tingkat elektabilitas tentu harus menjadi bagian penting harus dipertimbangkan dalam menentukan komposisi pasangan calon," kata Bawono saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/5/2023).
Menurut Bawono, meskipun merupakan partai ketiga terbesar berdasarkan hasil Pemilu 2019, tetapi Partai Golkar harus lebih realistis melihat tingkat elektabilitas Airlangga Hartarto saat ini tidak cukup bersaing dibandingkan nama-nama lain di jajaran bakal cawapres.
"Namun terlepas dari hal itu tentu saja sebagai bakal calon presiden Prabowo Subianto ingin didampingi oleh figur bakal calon wakil presiden mampu menutupi kekurangan dari elektoral di provinsi atau daerah tertentu," ucap Bawono.
Bawono pun menilai pada akhirnya bakal terjadi kompromi jika Golkar tetap ingin merapat di kubu Prabowo dalam Koalisi Kebangkitan untuk Indonesia Raya (KKIR).
Menurut Bawono, Partai Golkar bakal bersikap realistis dalam merespons dinamika koalisi semakin kencang dalam beberapa bulan ke depan ini, termasuk tak mau mengorbankan gagasan koalisi besar.
"Hal terpenting bagi Partai Golkar sebagai partai berkarakter bukan partai oposisi adalah di koalisi mana mereka akan memperoleh ruang luas untuk memainkan peran politik di pemerintahan mendatang," ucap Bawono.
Menurut Bawono, Partai Golkar tidak harus menuntut konsesi politik dalam berkoalisi hanya sebatas posisi capres atau cawapres karena hal itu juga bisa didapatkan dalam posisi lainnya.
"Bisa juga sebagai komandan tim pemenangan koalisi serta juga beberapa portofolio kementerian," ucap Bawono.
(Penulis : Tatang Guritno, Adhyasta Dirgantara | Editor : Icha Rastika)
https://nasional.kompas.com/read/2023/05/11/12040961/beda-dengan-pkb-golkar-ingin-airlangga-cawapres-prabowo-bagaimana-nasib