Dalam hal ini, peserta didik yang mengikuti pendidikan berbasis rumah sakit tidak perlu membayar biaya pendidikan karena akan dianggap sebagai dokter magang atau bekerja.
Koko mengatakan, hal tersebut akan mempermudah para dokter muda mengambil program spesialis. Sebab, kebanyakan dokter bercita-cita menjadi dokter spesialis sebagai jenjang karier mereka.
“Jadi, nantinya akan ada dua opsi, spesialis melalui universitas dan melalui rumah sakit sehingga kesempatan para dokter untuk mengambil pendidikan lanjutan akan sangat luas,” paparnya.
Ketiga, penyederhanaan perizinan praktik karena cukup satu izin untuk setiap 5 tahun atau lebih ringkas dari saat ini yang memerlukan dua izin untuk 5 tahun.
Baca juga: Soal RUU Kesehatan, DPR: Tidak Ada Liberalisasi Kesehatan dan Kriminalisasi Paramedis
Dalam hal ini, Surat Tanda Registrasi (STR) berlaku seumur hidup, tetapi Surat Izin Praktik (SIP) berlaku setiap 5 tahun sekali.
Koko menyebutkan, fungsi kontrol terhadap kualitas dan kepastian kompetensi dokter secara berkala nantinya diusulkan melekat pada SIP.
“Dengan begitu, dokter dukun atau tremor atau sakit dapat dicegah secara berkala melalui mekanisme ini. Sistemnya juga akan dibuat transparan untuk menghindari conflict of interest dan kolusi,” tuturnya.
Meskipun memiliki banyak manfaat bagi nakes, berbagai organisasi profesi kesehatan menyatakan penolakan terhadap RUU Kesehatan. Mereka pun menggelar aksi demonstrasi menolak RUU Kesehatan.
Paling baru, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menggelar aksi demonstrasi menolak pembahasan RUU Kesehatan, Senin (8/5/2023).
Baca juga: IDI Nilai Tahap Dengar Pendapat RUU Kesehatan Belum Sesuai
Ketua Umum PB IDI Moh Adib Khumaidi menyampaikan, aksi damai tersebut merupakan bentuk keprihatinan atas proses pembahasan regulasi yang terburu-buru dan tidak memperhatikan masukan dari organisasi profesi.
Dia menuturkan, terdapat sejumlah pesan yang disuarakan dalam aksi damai tersebut. Pertama, mengingatkan pemerintah akan banyaknya masalah kesehatan yang perlu dibenahi, meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, dan meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk layanan di masyarakat.
Kedua, mendorong pemerintah memperluas pelayanan di kelompok masyarakat yang masih belum terjangkau infrastruktur serta sarana prasarana kesehatan.
"Hal-hal seperti inilah yang perlu lebih diperhatikan oleh pemerintah dan wakil rakyat di parlemen daripada terus-menerus membuat undang-undang baru," kata Adib, melansir Kompas.com, Senin.
Salah satu organisasi yang menyatakan menolak adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Melansir Kompas.com, Senin (28/11/2023), Jubir Pengurus Besar IDI mengatakan, terdapat beberapa alasan yang membuat pihaknya menolak RUU Kesehatan.
Baca juga: 5 Alasan RUU Kesehatan Didemo Organisasi Profesi Kesehatan
Pertama, pembuatan regulasi atau UU harus mengikuti prosedur yang transparan, yaitu melibatkan partisipasi publik.