JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tetap mendesak pemerintah untuk benar-benar melakukan tahapan mendengarkan pendapat masyarakat atau public hearing dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Juru Bicara IDI, dr. Beni Satria, menilai tahapan itu sampai saat ini belum dilakukan sepenuhnya oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Padahal mendengarkan pendapat masyarakat termasuk dalam persyaratan pembentukan undang-undang sesuai UU 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Jadi kami menginginkan public hearing RUU Kemenkes ini bukan hanya sekadar mendengar atau seremonial saja, tetapi benar-benar dilaksanakan sesuai dengan UU 13 tahun 2022," kata Beni seperti dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (9/5/2023).
Baca juga: Soal RUU Kesehatan, DPR: Tidak Ada Liberalisasi Kesehatan dan Kriminalisasi Paramedis
Beni mengatakan, public hearing semestinya bukan hanya sebatas mendengarkan pendapat masyarakat, tetapi juga mempertimbangkan masukan yang diberikan, dan memberikan penjelasan.
Dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dijelaskan, selain mendengar masukan publik dalam membentuk UU, juga perlu mempertimbangkan masukan yang diberikan.
Kemudian, pemberi masukan juga memiliki hak untuk mendapat penjelasan seandainya pertimbangan, usulan, dan masukan tidak diterima.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli bidang Hukum Kemenkes Sundoyo menjelaskan, sejak Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk menginventarisasi masalah dalam RUU Kesehatan, mereka mengajak publik untuk memberi masukan.
Baca juga: DIM RUU Kesehatan: Kemenkes Usul Surat Tanda Registrasi Nakes Berlaku Seumur Hidup
Bahkan, kata Sundoyo, Kemenkes membuatkan sebuah situs khusus untuk menampung seluruh masukan dari masyarakat terkait RUU Kesehatan.
Menurut Sundoyo, dalam proses dengar pendapat itu Kemenkes menerima sekitar 7.000 masukan terkait RUU Kesehatan.
Masukan-masukan tersebut ada yang ditempatkan dalam daftar inventaris masalah (DIM) dan ada juga ditempatkan ke peraturan pelaksana setelah RUU Kesehatan ini disahkan DPR menjadi UU.
"Jadi masukan-masukan itu kita analisis betul," kata Sundoyo.
"Dalam penyusunan draf RUU ini juga sudah banyak mengundang partisipasi publik, paling tidak, tidak kurang dari 24 kali pertemuan yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait termasuk perkumpulan konsultan medis dan kesehatan, dan ada pelibatan organisasi profesi di bidang kesehatan," ujar Sandoyo.
Sebelumnya, lima organisasi profesi kesehatan menggelar demonstrasi menolak RUU Kesehatan yang saat ini masuk Prolegnas DPR 2023 di silang Monas, Senin (9/5/2023).
RUU itu dianggap mengancam UU profesi medis yang sudah ada, yakni UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan.
Kelima organisasi profesi yang mengelar demo menolak RUU Kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.