“Tanpa surat keterangan sehat, bagaimana diketahui status kesehatan fisik dan mental tenaga kesehatan yang akan praktik?” tulis anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP IAKMI) Iqbal Mochtar, dilansir dari siaran pers IDI.
“Tanpa rekomendasi organisasi profesi, bagaimana mengetahui tenaga kesehatan tidak pernah melakukan pelanggaran-pelanggaran administrasi, etik dan moral?” lanjut Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia Timur Tengah itu.
Baca juga: 17 Organisasi Nakes Bela Menkes dari Somasi, Bakal Beri Bukti Pengurusan STR dan SIP Mahal
Adapun RUU Kesehatan Omnibus Law sedikitnya melebur 10 undang-undang, di antaranya UU Nomor 4 Tahun 1984 terkait Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Kemudian, UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, hingga kini pihaknya telah merangkum 3.020 DIM dari total 478 pasal yang ada pada RUU Kesehatan.
Baca juga: Biaya Fantastis STR Disebut Capai Ratusan Miliar Rupiah, Forum Dokter Somasi Menkes
“Sebanyak 1.037 DIM bersifat tetap, dalam arti mengonfirmasi dari DPR, 399 ada perubahan redaksional dan 1.584 ada perubahan substansi. Selain batang tubuh, kami memiliki penjelasan ada 1.488 DIM, 609 tetap, 14 DIM perubahan redaksional, dan 865 perubahan substansi," jelas Budi.
Penolakan terhadap RUU Kesehatan ini telah disuarakan oleh berbagai kalangan sejak lama. Bahkan, pada Senin (8/5/2023) kemarin, sejumlah organisasi profesi kesehatan menggelar aksi demonstrasi di Jakarta untuk menolak RUU tersebut.
Selain sejumlah pasalnya dinilai bermasalah, RUU Kesehatan juga dianggap tidak urgen. Pembahasan aturan tersebut juga dipandang terburu-buru dan tak melibatkan seluruh kalangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.