Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamenkumham: KUHP Baru Tidak Membungkam Kebebasan Berbicara

Kompas.com - 04/05/2023, 11:44 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

AMBON, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menekankan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau KUHP nasional yang baru tidak membatasi publik dalam berdemokrasi.

Wamenkumham menekan ini saat melakukan kegiatan sosialisasi KUHP di acara Kumham Goes To Campus di Universitas Pattimura, Ambon, Maluku, Kamis (4/5/2023).

Dalam kegiatan itu, Eddy menekankan soal visi dari KUHP baru, di antaranya soal visi demokratisasi.

"Ini yang penting saya sampaikan terutama kepada adik-adik mahasiswa bahwa tidak benar jika dikatakan bahwa KUHP nasional itu membungkam kebebasan berbicara. Tidak benar bahwa KUHP nasional itu mengekang kebebasan bereskpresi, berperpendapat, kebebasan mengeluarkan pikiran baik lisan maupun tulis, kebebasan berdemokrasi. Ini tidak benar," tegas Eddy dalam paparannya.

Baca juga: Komnas HAM Pantau Implementasi Hukuman Mati dalam KUHP Baru

Menurut Eddy, penyusunan KUHP baru juga telah menyesuaikan dan merujuk dengan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi.

"Mengapa? Karena hak-hak itu diatur dalam KUHP, sudah merujuk kepada berbagai putusan Mahkamah Konstitusi ketika pasal-pasal dalam KUHP lama itu diajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi," imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Eddy mengatakan bahwa KUHP baru berorientasi kepada hukum pidana modern.

Eddy menyebut, UU Nomor 1 Tahun 2023 sudah tidak lagi hanya mengutamakan hukum dengan keadilan retributif, namun juga mencakupi keadilan restoratif dan keadilan rehabilitatif.

"KUHP nasional kita ini sudah berorientasi pada hukum pidana modern yang tidak lagi menitikberatkan pada keadilan retributif, artinya menggunakan hukum pidana sebagai lex talionis atau sarana balas dendam," ujarnya.

Baca juga: MK Tak Terima Gugatan KUHP karena Belum Berlaku, Penggugat Sedih

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) itu juga menjelaskan seorang pelaku kejahatan tindak pidana tidak hanya akan dikoreksi tetapi juga harus direhabilitasi.

Dia juga menekankan, salah satu visi KUHP nasional adalah reintegrasi sosial sehingga pelaku juga mendapat kesempatan perbaikan agar tidak kembali mengulangi perbuatannya.

"Bahwa ada kesempatan bagi mereka yang melakukan tindak pidana, kemudian diperbaiki agar tidak mengulangi lagi perbuatan pidana di kemudian hari," ucap Eddy.

Diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah nenyetujui Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sebagai undang-undang dalam pengambilan keputusan tingkat II yang dilakukan DPR dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (6/12/2022).

Baca juga: Pasal Ujaran Kebencian UU ITE yang Dicabut dan Penggantinya di UU KUHP Baru

Meski telah diresmikan, undang-undang itu tidak langsung berlaku namun baru resmi berlaku tiga tahun ke depan, tepatnya pada tahun 2026.

Terkait pengesahan itu, ada sejumlah masyarakat yang menilai KUHP baru memiliki pasal-pasal bermasalah, termasuk Dewan Pers.

Halaman:


Terkini Lainnya

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com