Jadi syukurilah rambatan perjalanan usia kita, karena tanpa itu, kita takkan pernah tahu apa rahasia tersembunyi dibalik tabir yang bernama takdir.
Toh tak satu pun kita pernah meminta untuk diciptakan Tuhan, lalu dilahirkan sebagai anak siapa, beragama apa, dan berbangsa Indonesia atau yang lainnya.
Tapi yang pasti, kini kita telah menjadi manusia. Bermukim di bumi, hingga akhirnya mati. Cukupkah sampai di situ?
Sejatinya kita hanya sedang menunggu giliran menjadi seperti apa yang seharusnya terjadi. Karim Benzema sang pemain terbaik dunia 2022 itu tak bakal menyangka ia bakal memenangkan Ballon d’Or—saat empat rekannya di Real Madrid berpose dengan trofi dari ajang tahunan itu, pada 2021. Jauh sebelumnya tak sekalipun ia masuk daftar, bahkan sekadar sebagai nominasi.
Lionel Messi yang sudah tiga kali mengikuti Piala Dunia sebagai pemain terbaik sejagat, malah baru bisa meraih piala Jules Rimet itu pada perhelatan keempat yang diikutinya di Qatar, di antara debaran jantung bakal kalah dari Perancis.
Saudara-saudari kita di Cianjur takkan pernah menyangka, jika gempa kemudian meluluhlantakkan harapan mereka. Bencana yang terjadi dalam hitungan detik itu, dampaknya bahkan bisa bertahan hingga akhir hayat.
Apalagi bagi mereka yang kehilangan orang tercinta dalam hidupnya. Jelas itu bukan soal mudah untuk ditenggang.
Begitulah panggung raya kehidupan ini digelar Tuhan. Kita hanya seolah-olah ada padahal hanya diadakan dari ketiadaan yang non-eksisten. Lalu kembali meniada selama yang paling lama, dalam keberadaan-Nya.
“Padahal Allah lah yang menciptakanmu dan apa yang engkau perbuat itu.” (QS. Barisan [37]: 96).
Memang tak mudah memafhumi ayat itu. Tapi paling tidak kita jadi tahu, siapa pemain utama dan sutradara dalam semesta ciptaan ini. Maka menjadi penting bagi kita merenungi kehadiran diri sendiri dalam lautan Kehendak-Nya.
“Dan kalian takkan bisa menginginkan sesuatu kecuali jika Allah, Tuhan semesta alam menginginkannya.” (QS. At-Takwir [81]: 29)
Wajar bila Sakyamuni (Buddha Gautama) mengajari para muridnya dengan sebaris kalimat, “Keinginan adalah sumber penderitaan.” Semakin banyak keinginan, maka kian menderita lah anak manusia. Lantaran semua yang kita inginkan, tara pernah terwujud nyata.
Sebaliknya, yang sama sekali tidak kita inginkan, malah mawjud satu demi satu—hingga detik ini. Pahamilah itu, duhai Saudaraku.
Walakin, salah satu—dari sekian banyak kecenderungan manusia yang sukar dimengerti adalah; ia gemar melekatkan segenap diri pada benda-benda yang diciptakannya—termasuk pada manusia lain dengan segala labelnya: anak, orang tua, istri, suami, cucu, saudara, guru, murid, dan mantan. Kemelekatan itulah yang selalu berujung pada kesedihan, duka, lara, juga nestapa.
Pada kenyataannya, kita tak benar-benar bisa berbahagia dengan itu semua. Kebahagiaan tidak hadir dari luar diri, melainkan tumbuh dari kedirian sendiri, yang menyadari arti kehadiran kita di sini secara sederhana.
Sekali yang sungguh benar harus berarti. Tanpa cerapan nilai dan makna, kehidupan menjadi tak laik tuk dijalani. Sadarilah ini.
Lantaran kita dilahirkan di Indonesia, maka kita perlu menemukan arti keindonesiaan yang kita bawa sejak lahir. Bung Karno sudah memudahkan tugas kita dengan Pancasila yang digalinya.
Manusia Indonesia itu bertuhan yang esa. Kemanusiaannya adil dan beradab. Cenderung pada asas persatuan. Menjunjung tinggi hikmah kebijaksanaan dalam bermusyawarah. Terakhir, beritikad pada keadilan sosial di segenap penjuru kehidupan.
Selain Pancasila, Sang Proklamator juga mewariskan Manipol Usdek, Trisakti, Dasa Sila Bandung, Berdikari, dan juga Nasakom.
Dalam salah satu sesi wawancaranya dengan Berryl, seorang jurnalis Amerika pada 1966, beliau memberi taklimat, “Jika bangsaku berpegang teguh pada semua warisanku itu, niscaya mereka menjadi kuat sebagai sebuah bangsa, sebagai manusia.”
Dari situlah kita bisa menemukan khazanah Manusia Indonesia yang selama ini seperti hilang ditelan zaman. Semoga waktu kita cukup.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.