Dia bilang, ada 100 surat yang ternyata dikirimkan PPATK ke aparat penegak hukum lain dengan nilai transaksi Rp 74 triliun.
Lalu, ada 65 surat terkait transaksi Rp 253 triliun berupa data transaksi debit-kredit operasional perusahaan-perusahaan dan korporasi yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu, namun berhubungan dengan fungsi pajak dan bea cukai.
"Jadi 253 triliun adalah sebetulnya transaksi dari korporasi, 74 triliun adalah surat PPATK ke APH (aparat penegak hukum)," ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani melanjutkan, dari 300 surat itu, cuma 135 surat yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pegawai Kemenkeu. Nilainya "hanya" sekitar Rp 22 triliun.
"Bahkan 22 triliun ini, 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang nggak ada hubungan dengan Kementerian Keuangan," kata Sri Mulyani.
"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu 3,3 triliun. Ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai yang diinkuiri tadi, termasuk penghasilan resmi transaksi dengan keluarga, transaksi jual beli aset, jual beli rumah, itu 3,3 triliun," tuturnya.
Baca juga: Pimpinan KPK Sentil Mahfud Cuma Beri Info Setengah-setengah soal Transaksi Janggal Rp 349 T
Sebagaimana diketahui, baru-baru ini publik dihebohkan dengan pernyataan Mahfud MD soal dugaan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu senilai Rp 300 triliun.
Pergerakan uang tersebut, kata Mahfud, sebagian besar berada di Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu.
"Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi, terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai, itu yang hari ini," katanya di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu (8/3/2023).
Baca juga: Bertemu Jokowi Satu Jam, Kepala PPATK: Banyak yang Dibicarakan, Saya Dapat Arahan...
Pernyataan Mahfud itu berbuntut panjang. Sejumlah pihak menilai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut memberikan informasi setengah-setengah.
DPR RI beberapa kali mengirimkan panggilan ke Mahfud untuk meminta penjelasan lebih lanjut, namun, pertemuan itu belum terlaksana hingga kini.
Pertemuan Mahfud dengan Komisi III DPR dijadwalkan ulang digelar pada Rabu (29/3/2023). Mahfud pun mengaku siap memberikan keterangan soal transaksi janggal yang dia ungkap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.