Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Drama Baru Lukas Enembe di Tahanan KPK: Klaim Ubi Busuk hingga Mogok Minum Obat

Kompas.com - 23/03/2023, 03:31 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Tingkah Gubernur non aktif Papua, Lukas Enembe, yang saat ini ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menarik perhatian.

Enembe ditahan atas kasus dugaan suap dan gratifikasi. Proses penahanannya juga melewati tahapan yang tidak mudah karena akhirnya KPK harus melakukan penjemputan paksa dari Papua.

KPK menduga Enembe menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek tahun jamak (multiyears) di Papua.

Selain itu, Enembe juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai gubernur.

Baca juga: Lukas Enembe Dibawa ke RSPAD, KPK: Kontrol Kesehatan Rutin Saja

Klaim ubi busuk

Menurut laporan kuasa hukum Enembe, Otto Cornelis Kaligis atau kerap disapa OC Kaligis, kliennya kerap diberi menu makan ubi yang sudah busuk dari KPK.

Informasi itu juga ia dapatkan dari Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak yang dalam pertemuan secara tidak sengaja di ruang kunjungan.

“Saudara Ricky Ham Pagawak yang kebetulan bertemu dengan kami di ruang kunjungan membenarkan makanan ubi busuk yang diterima klien kami, Bapak Lukas Enembe,” kata Kaligis dalam keterangan resminya.

KPK pun langsung membantah memberikan menu makanan yang tidak layak bagi Enembe atau tahanan lainnya.

“Saya kira tidak benar kemudian diberikan kepada yang bersangkutan ubi busuk,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri dalam konferensi pers di KPK, Selasa (21/3/2023).

Baca juga: Lukas Enembe Kirim Surat ke Pimpinan KPK, Tak Mau Minum Obat dan Ngotot Berobat ke Singapura

Ali mengatakan, KPK sebenarnya menyediakan menu makanan bagi tahanan, termasuk Enembe, dengan nasi.

Akan tetapi, kata Ali, Enembe meminta supaya nasi itu diganti dengan ubi.

“Permintaan dari yang bersangkutan tidak makan nasi, jadi diganti ubi, jadi kami penuhi itu,” ujar Ali.

Ali mengatakan, makanan untuk tahanan KPK disediakan oleh pihak ketiga yakni perusahaan catering melalui skema tender. Pihaknya memastikan makanan yang disediakan untuk tahanan berkualitas.

Menurut Ali, perubahan menu makan Lukas itu mengacu pada standar biaya dan kualitas makanan yang berlaku.

Baca juga: Lukas Enembe Mogok Minum Obat, KPK akan Koordinasi dengan IDI

“Kami memastikan selalu menjaga kualitas sajian dan pemenuhan konsumsi para tahanan KPK melalui katering,” tutur Ali.

“Jadi konsumsi ini bukan oleh petugas rutan, atau oleh KPK sendiri, melainkan katering oleh pihak ketiga,” tambah dia.

Meski kualitas makanan untuk penghuni rutan dijamin, menu makan para tahanan itu tidak mewah.

Para tahanan KPK tidak mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan tahanan di rutan maupun lembaga pemasyarakatan lainnya.

“Jangan dibayangkan kemudian ada misalnya kemewahan misalnya,” ujar Ali.

Baca juga: Lukas Enembe Mogok Minum Obat, Tulis Surat untuk Firli Cs

Ali juga membagikan foto menu makanan buat Enembe. Menu makanan tahanan buat Enembe yang diperlihatkan Ali terdiri dari ikan bawal goreng sebagai lauk dan diletakkan di dalam wadah tertutup.

Selain itu juga terlihat ubi yang sudah direbus dan dipotong-potong di dalam wadah bening. Di dalam menu makanan Enembe juga disertakan sayur yang disimpan di dalam wadah berbentuk gelas.

Mogok minum obat

Setelah mengaku diberi makan dengan ubi busuk, Enembe kemudian kembali berulah dengan menolak meminum obat yang diberikan oleh dokter dari KPK.

Hal itu diungkap oleh kuasa hukum Enembe, Petrus Bala Pattyona.

Menurut Petrus, dia bersama OC Kaligis dan Cyprus A Tatali menjenguk Enembe pada Selasa (21/3/2023) dan menerima surat pernyataan penilakan minum obat yang diteken oleh Lukas.

“Dalam Surat Pernyataan tersebut, Bapak Lukas Enembe menolak minum obat-obatan yang disediakan dokter KPK,” kata Petrus dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Rabu (22/3/2023).

Baca juga: KPK Bantah Lukas Enembe Diberi Makan Ubi Busuk

Dalam surat itu, Lukas menyatakan tidak mau lagi minum obat dari KPK per 19 Maret 2023.

“Dengan ini saya menyatakan bahwa, mulai sejak hari Minggu, 19 Maret 2023 jam 22.04 saya tidak mau meminum obat yang disediakan oleh KPK,” tulis Lukas dalam suratnya.

Lukas kemudian menyampaikan sejumlah alasan yang ditulis dalam surat tersebut. Pertama, penyakit yang dideritanya tidak mengalami perubahan sejak ia meminum obat dari KPK.

Hal itu dibuktikan dengan kedua kakinya hingga saat ini masih bengkak.

Kedua, Lukas meminta menjalani perawatan di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura.

Baca juga: Bantah Beri Lukas Ubi Busuk, KPK Tunjukkan Foto Menu Makan di Rutan

“Karena mereka (dokter) Singapura yang sangat paham dan mengerti tentang sakit saya ini,” tulis Lukas.

Selanjutnya, Lukas protes karena ditempatkan di rutan KPK. Menurutnya, sebagai orang yang sakit ia mendapatkan perawatan di rumah sakit, alih-alih di tahanan.

Setelah itu, Lukas menuliskan kalimat penutup dan membubuhkan tanda tangan atas nama Lukas Enembe.

Pada bagian akhir, dituliskan bahwa surat pernyataan mogok minum obat tersebut disampaikan kepada pimpinan KPK di Jakarta, penasehat hukum di Jakarta, dokter KPK di Jakarta, dan Pertinggal atau arsip.

Baca juga: Lukas Enembe Bantah Terima Suap atau Ada Penyuap Lain

Menurut Petrus, Lukas mengaku tidak mengalami perubahan atas sakit yang diderita setelah minum obat dari dokter KPK.

“Dan buktinya kedua kaki klien saya juga masih bengkak sampai saat ini dan jalannya pun tertatih-tatih,” ujar Petrus.

Tidak hanya menolak minum obat, Lukas juga meminta agar menjalani perawatan di Rumah sakit Mount Elizabeth Singapura.

Menurutnya, dokter-dokter di rumah sakit itu sangat memahami penyakit yang diderita Lukas.

Petrus mengatakan, dalam surat untuk pimpinan KPK yang pihaknya terima, Lukas menyatakan bahwa dirinya tidak seharusnya mendekam di Rutan KPK.

Baca juga: KPK Pastikan Lukas Enembe Minum Obat, Petugas Memantau 4 Kali Sehari

“Saya ini orang sakit yang seharusnya mendapat perawatan di rumah sakit dan bukan ditempatkan di Rutan KPK,” kata Petrus mengutip surat Lukas.

Menanggapi sikap Enembe, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan akan berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

"Mungkin lebih lanjut akan kami bahas bersama IDI berkaitan dengan perkembangan kesehatan yang bersangkutan untuk kami tindak lanjuti," kata Ghufron saat dihubungi Kompas.com, Rabu (22/3/2023).

Ghufron mengatakan, KPK merupakan lembaga penegak hukum yang menjalankan tugas secara profesional.

Pihaknya bukan lembaga penjamin kesehatan warga negara, termasuk Lukas Enembe. Oleh karena itu, penanganan kesehatan Lukas yang mendekam di rumah tahanan (Rutan) KPK akan dikoordinasikan dengan IDI.

Baca juga: KPK Kantongi Petunjuk, Sebut Tersangka Penyuap Lukas Enembe Bisa Bertambah

"Sejauh ini (KPK dan IDI) memandang sakitnya saudara Lukas Enembe masih dapat ditangani di dalam negeri," ujar Ghufron.

Kini KPK terus memantau kondisi Enembe hingga 4 kali dalam sehari. Menurut Ali, petugas KPK akan memastikan Enembe meminum seluruh obat yang diberikan dokter, baru kemudian pergi meninggalkan tahanan.

(Penulis : Syakirun Ni'am | Editor : Sabrina Asril, Bagus Santosa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com