JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak-pihak yang berupaya menggagalkan pemungutan pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang terancam sanksi penjara selama 5 tahun.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), upaya menggagalkan pemungutan suara tergolong sebagai tindak pidana Pemilu.
Ancaman sanksi bagi orang yang sengaja menggagalkan pemungutan suara tercantum dalam Pasal 515 UU Nomor 7/2017.
"Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 60.000,000," demikian bunyi pasal 517 UU Pemilu.
Baca juga: Pidato Politik, AHY Sampaikan Tiga Hal Pokok dari Ekonomi, Hukum, hingga Pemilu
UU Pemilu turut mengatur ancaman pidana bagi seorang majikan yang tidak mengizinkan pekerjanya untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum.
Ancaman pidana itu tercantum dalam Pasal 498 UU Nomor 7/2017.
“Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja/karyawan untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000," demikian isi Pasal 498 UU Pemilu.
Selain itu, dalam UU Pemilu juga disebutkan larangan bagi setiap orang buat menghilangkan hak pilih orang lain.
Baca juga: PDI-P Jatim Targetkan Perolehan Kursi Legislatif di Tapal Kuda Naik pada Pemilu 2024
“Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00,” demikian isi Pasal 510 UU Pemilu.
Lembaga yang diberi wewenang untuk mengadili tindak pidana pemilu adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Hal itu tercantum dalam Pasal 2 huruf b Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 1 tahun 2018.
Sedangkan laporan dugaan tindak pidana Pemilu diterima oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan/atau Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan.
Setelah diterima oleh Bawaslu dan perangkatnya, laporan dugaan tindak pidana Pemilu itu diteruskan kepada Polri paling lama 1x24 jam sejak laporan dibuat.
Baca juga: Laporkan KPU ke Bawaslu Lagi, Prima Ngotot Minta Ikut Pemilu karena Alasan Ini
Jika bukti-bukti lengkap, maka kasus tindak pidana Pemilu itu diserahkan kepada jaksa penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di Pengadilan Negeri. Jika terdakwa tidak menerima vonis, dia bisa melakukan banding hingga Pengadilan Tinggi.
Nantinya Pengadilan Tinggi menjadi lembaga terakhir yang memutus banding dan mengikat serta tidak bisa dilakukan upaya hukum lain.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.