Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AHY: Tata Kelola Pemerintahan Saat Ini Tak Berjalan Baik, Banyak Program yang "Grusa-grusu"

Kompas.com - 14/03/2023, 17:24 WIB
Singgih Wiryono,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai, tata kelola pemerintahan saat ini tidak berjalan baik. Menurut dia, banyak program pemerintah yang terkesan terburu-buru.

"Kita mencermati, tata kelola pemerintahan saat ini tidak berjalan dengan baik. Banyak program pemerintah yang dilakukan grusa-grusu, terburu-buru dan kurang perhitungan," kata AHY dalam pidato politiknya di hadapan para kader Demokrat di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (14/3/2023).

AHY menyinggung alokasi anggaran bernilai triliunan rupiah yang digunakan pemerintah untuk pengembangan kawasan pangan berskala luas.

Baca juga: AHY Sayangkan Sektor Wong Cilik Kurang Diperhatikan Pemerintah

Putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu menyoroti program food estate atau lumbung pangan yang tengah digalakkan Presiden Joko Widodo di berbagai daerah.

Menurutnya, banyak akademisi pertanian dan aktivis lingkungan yang mengkritik kebijakan ini. Program food estate dinilai hanya mengandalkan ekstensifikasi lahan saja, tetapi mengabaikan faktor ekologi dan sosial.

Padahal, kata AHY, kedaulatan pangan harusnya berorientasi pada pemberdayaan dan pelibatan masyarakat, serta mengindahkan aspek keseimbangan lingkungan, keberlanjutan, dan tradisi masyarakat lokal.

Baca juga: Demokrat Klaim Tak Ada Hambatan dalam Proses Deklarasi Koalisi Perubahan

"Ini mengacu kepada mazhab ekonomi Demokrat, yakni sustainable growth with equity, pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan, yang tetap menjaga keseimbangan alam," ujar AHY.

Tak hanya sektor pangan, menurut AHY, kurang baiknya tata kelola pemerintahan saat ini juga tercermin dari lahirnya peraturan perundangan yang keluar dari norma hukum. AHY menyoroti Undang-Undang Cipta Kerja.

Dia bilang, sejak awal partainya menolak UU kontroversial itu. Sebab, Demokrat mendengar jeritan kaum buruh di berbagai daerah yang menolak UU Nomor 11 Tahun 2020 tersebut.

AHY menyebut, bukan hanya substansi UU Cipta Kerja yang kurang berpihak ke tenaga kerja, tetapi pembuatan aturannya juga dilakukan secara tergesa-gesa.

"Alih-alih menciptakan lapangan kerja, angka pengangguran malah makin tinggi," kata AHY.

Oleh karenanya, kata AHY, tak heran jika akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional.

Namun, merespons putusan MK itu, pemerintah bukannya melibatkan masyarakat untuk melakukan perbaikan undang-undang tersebut, tetapi justru secara sepihak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja.

Baca juga: Pidato Politik, AHY Sampaikan Tiga Hal Pokok dari Ekonomi, Hukum, hingga Pemilu

Menurut AHY, ini kembali menegaskan bahwa lemahnya good governance atau pemerintahan yang baik akan memicu terjadinya ketidakpastian hukum.

Implikasinya, kepercayaan dunia usaha dan para investor, nasional maupun luar negeri, terhadap pemerintah bakal menurun.

"Tidak sedikit yang membatalkan rencana investasinya. Padahal, kita sangat membutuhkan investasi itu untuk perbaikan dan pertumbuhan ekonomi nasional," tutur AHY.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com