Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Ketika Partai Politik Masih Tak Lebih dari "Idol Club"...

Kompas.com - 26/02/2023, 22:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SURVEI Litbang Kompas yang dilansir secara serial mulai Senin (20/2/2023) hingga Rabu (22/2/2023), menegaskan satu hal, yaitu partai politik saat ini masih tak lebih dari sekadar "idol club".

Prediksi perolehan suara partai politik terlalu rentan bergoyang oleh kandidat yang hendak diusung dalam kontestasi presiden, selain ketergantungan pada figur tertentu yang diasosiasikan dengan partai tersebut. 

"Pada ujung akhirnya, partai hanya jadi 'idol club', tidak ada yang mampu menggerakkan, tidak ada yang berjualan ide," kecam peneliti Institut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata, dalam percakapan dengan Kompas.com, Sabtu (25/2/2023).

Baca juga di Kompas.id: Survei “Kompas”: Narasi Politik Pengaruhi Elektabilitas Parpol

 

SUMBER: LITBANG KOMPAS/RFC/TOT, INFOGRAFIK: KOMPAS/ANDRI/DICKY Survei Litbang Kompas tentang elektabilitas partai politik bila pemilu digelar hari ini, dilansir harian Kompas secara serial pada Senin (20/2/2023) hingga Rabu (22/2/2023).
Dian mengatakan, hasil survei tersebut merupakan potret kinerja partai politik pada 3-6 bulan yang lalu. Ini, kata dia, merupakan memori publik yang terkonsolidasi dalam kurun waktu itu.

Tren prediksi perolehan suara jika pemilu digelar pada hari ini, lanjut Dian, tidak bisa dipisahkan dari momentum sosial politik yang bersifat alamiah dan perekayasaan ulang alias reengineering isu sosial politik. 

"Jika sebuah partai politik melakukan blunder politik, imbasnya adalah pada elektabilitas partai politik. Makin besar skala blunderya, imbasnya juga berkepanjangan," ujar Dian.

Baca juga: Simulasi Head to Head Survei Litbang Kompas: Ganjar Ungguli Prabowo, Selisih 13,4 Persen

Blunder itu juga akan mencakup laku personal kader partai. Bakal mengkhawatirkan bagi partai politik, ungkap Dian, ketika blunder ini dikapitalisasi demi keuntungan partai politik tertentu. 

Adapun terkait sebutannya soal "idol club" bagi partai politik, Dian mengurai contoh bahwa hasil Pemilu 1999 tak dapat dipisahkan dari euforia masyarakat yang mengarah pada sosok Megawati Soekarnoputri. Ini yang menjadi mesin utama pendulang suara bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada saat itu.

Hal serupa juga terjadi pada dulangan suara bagi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid. Tak dapat dinafikan, kata Dian, perolehan suara PKB pada periode tersebut dipengaruhi karisma Gus Dur, panggilan penghormatan bagi Abdurrahman.

Baca juga: Simulasi Head to Head Survei Litbang Kompas: Prabowo Ungguli Anies, Dapat Suara Pemilih Ganjar

Pada periode berikutnya, ada figur Susilo Bambang Yudhoyono di Partai Demokrat. Setali tiga uang, sosok Prabowo Subianto lekat pada hasil elektoral Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Menjelang Pemilu 2024, lanjut Dian, efek ekor jas—teori tentang hasil elektoral yang naik karena faktor figur—masih akan berlanjut. Selain dari sosok sentral di partai politik, figur yang diperkirakan berperan besar mendulang suara adalah kandidat yang diusung untuk kontestasi presiden.

LITBANG KOMPAS/RFC/BST, INFOGRAFIK: KOMPAS/DICKY Survei Litbang Kompas tentang elektabilitas kandidat bila pemilu presiden digelar hari ini, dilansir harian Kompas secara serial pada Senin (20/2/2023) hingga Rabu (22/2/2023).

Namun, tiga nama yang kini memuncaki prediksi elektabilitas bila pemilu digelar hari ini masih menyisipkan banyak catatan. Dian memberi contoh catatan untuk tiga kandidat dengan elektabilitas tertinggi berdasarkan hasil survei terkini Litbang Kompas.

Baca juga di Kompas.id: Survei Litbang ”Kompas”: Pilihan Capres Membayangi Penilaian Kinerja Pemerintah

Ganjar Pranowo, misalnya, saat ini punya mesin kekuasaan, mesin politik, dan mesin opini yang masih melekat. Dia masih menjadi Gubernur Jawa Tengah, berada di lingkaran PDI-P, yang keduanya dapat dipakai sekaligus sebagai mesin opini untuk mendulang citra melalui pemberitaan media massa.

Namun, lanjut Dian, Ganjar bukan tanpa persoalan. 

"Dia kuat didukung di level voters tetapi tidak di lingkaran elite (partainya)," sebut Dian.

Lalu, Anies Baswedan, menurut Dian sudah tak lagi punya mesin kekuasaan selepas jabatannya usai sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dia juga tidak cukup memiliki mesin opini, termasuk ketiadaan basis partai politik organik.

"Anies harus bisa melakukan akrobat politik. Tujuannya agar mendapat public expose dari media massa," ujar Dian.

Cara akrobat itu, sebut Dian, termasuk kabar pinangan partai politik dan pendeklarasian dirinya menjadi bakal calon presiden yang diusung partai tertentu. 

Baca juga: Hormati Sikap Demokrat yang Tak Deklarasikan Anies Seperti PKS, Nasdem: Cara Apa Pun Bagus Semua

Berikutnya, Prabowo Subianto, sebenarnya punya mesin kekuasaan, mesin politik, dan mesin opini. Dia adalah Menteri Pertahanan, Ketua Umum Partai Gerindra, dan opini bisa dikapitalisasi dari kedua jabatan tersebut.

Meski begitu, tren elektabilitas Prabowo cenderung menurun terkait pencalonan kontestasi presiden, berbanding terbalik dengan masa awal proses pencalonan. Walaupun, kata Dian, elektabilitas masih bisa rebound ketika tahapan kampanye calon presiden sudah dimulai, bila memang dia kembali maju menjadi calon presiden untuk kali kesekian.

Bagi tiga besar kandidat berdasarkan survei Litbang Kompas ini, basis pemilih kuat sudah bisa dipetakan. Namun, angka-angkanya baru akan semakin terkonsolidasi setelah ada pasangan bagi pencalonan mereka, bila benar mereka yang akan diusung dalam kontestasi presiden.

"Elektabilitas ketiganya akan terkoreksi atau naik ketika sudah masuk tahapan disahkan menjadi peserta pemilu lalu saat memiliki pasangan dalam pencalonan," tegas Dian.

Baca juga: Nasib Rakyat, Dipaksa Menonton Drama Kemalasan Partai Politik

Pertanyaannya kemudian, apakah mereka benar-benar akan diusung menjadi bakal calon presiden atau bakal calon wakil presiden?

Bagi partai politik, selama tidak ada perubahan signifikan dalam paradigma perpartaian politik nasional, kandidat di Pemilu Presiden juga berkorelasi dengan perolehan suara untuk kursi parlemen.

Di luar tiga besar kandidat ini masih ada nama-nama lain yang disebut dan mungkin saja benar-benar siap bertarung pula menjadi bakal calon presiden atau bakal calon wakil presiden.

Sebut saja di antaranya ada Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Erick Thohir, Puan Maharani, Agus Harimurti Yudhoyono, Muhaimin Iskandar, dan Airlanga Hartarto. 

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Ganjar, Sandiaga, dan Ridwan Kamil Tiga Teratas di Bursa Cawapres Anies

Kecuali, partai politik mau dan benar-benar bergerak memikirkan langkah antisipatif di luar kebergantungan pada "idol club" untuk mendulang suara. 

"Terutama bagi PDI-P, Gerindra, dan Nasdem yang tengah memasuki estafet kepemimpinan," sebut Dian. 

Dian menyarankan perlunya ide original berdasarkan DNA partai sebagai langkah antisipatif itu. Bila ini bisa terwujud, dia berkeyakinan partai politik juga tidak akan mengalami stall—meminjam istilah di penerbangan—ketika terjadi turbulence pergantian tokoh sentralnya.

"Meminjam istilah di dunia penerbangan, kondisi stall bisa saja terjadi di partai politik," tegas Dian.

Saat terjadi persoalan serius pada partai politik yang ibarat pesawat terbang ketika melayang di udara dalam kontestasi elektoral, parta politik bisa kehilangan daya angkat pada waktu elektabilitasnya jeblok. Kondisi ini yang menyerupai stall, yaitu ketika pesawat jatuh menghunjam tegak lurus.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Pencalonan Anies Berkorelasi Positif bagi Nasdem

Namun, Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad Hari Wibowo, berpendapat, elektabilitas partai politik tidak sesederhana survei. Bagi partai yang digambarkan tren elektabilitasnya terus merosot dari waktu ke waktu ini, dulangan suara tak melulu pula mengandalkan kandidat capres.

"Ada faktor lapangan yang sering tidak tertangkap survei," tegas Dradjad dalam perbincangan dengan Kompas.com, Kamis (23/2/2023).

Dradjad pun berkeyakinan perolehan suara partainya pada Pemilu 2024 tak akan terjun bebas dibanding perolehan suara pada Pemilu 2019, tidak seperti proyeksi yang tergambar dalam survei terkini Litbang Kompas.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Bergabungnya Ridwan Kamil ke Golkar Saling Menguntungkan

Apakah partai politik masih punya taji untuk menjadi kendaraan politik bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat? Atau partai politik hanya milik segelintir orang pengejar kekuasaan? Kita, para pemilih, yang harus menentukannya pada Pemilu 2024.

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com