JAKARTA, KOMPAS.com - Pasal yang mengatur penempatan hakim konstitusi aktif dalam Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) digugat ke MK dalam perkara nomor 17/PUU-XXI/2023.
Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak tercatat sebagai pemohon perkara ini. Sebelumnya, Zico juga tercatat sebagai pemohon perkara nomor 103/PUU-XX/2022 yang substansi putusannya diubah diam-diam.
MK kemudian membentuk MKMK sebagai respons atas dugaan pelanggaran etik tersebut. Eks hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna mewakili unsur tokoh masyarakat, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih mewakili unsur hakim konstitusi aktif, dan dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sudjito mewakili unsur akademisi.
Baca juga: MKMK Fokus Dalami Dokumen Kesekjenan soal Berubahnya Substansi Putusan MK
Keberadaan Enny di dalam MKMK, walaupun diatur undang-undang, dianggap problematik.
Pasalnya, MKMK akan memanggil seluruh hakim konstitusi untuk meminta keterangan terkait perubahan substansi putusan itu, kecuali Enny karena yang bersangkutan berstatus sebagai anggota MKMK.
Gugatan atas pasal yang mengatur penempatan hakim konstitusi aktif dalam MKMK masuk dalam petitum kelima dalam permohonan yang diajukan Zico.
Ia meminta, unsur hakim konstitusi aktif di dalam MKMK, yang diatur pada Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK diganti dengan mantan hakim konstitusi atau bukan hakim konstitusi yang diperkarakan.
Baca juga: MKMK Jamin Tak Akan Menunda Usut Dugaan Pelanggaran Etik dari Diubahnya Substansi Putusan MK
"(Memohon majelis hakim untuk) menyatakan frasa '1 (satu) orang hakim konstitusi dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai '1 (satu) orang mantan hakim konstitusi'," ucap Zico di muka sidang.
"Atau menyatakan frasa '1 (satu) orang hakim konstitusi' dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa hakim konstitusi yang menjadi anggota Majelis Kehormatan bukanlah hakim konstitusi yang diperkarakan ataupun diduga terlibat dalam hal yang diperkarakan kepada Majelis Kehormatan'," tambah Zico.
Baca juga: MKMK: Diubahnya Substansi Putusan MK Pelanggaran Serius, tapi Masih Diperiksa
Sebelumnya, anggota MKMK I Dewa Gede Palguna menjelaskan alasan Enny Nurbaningsih tidak akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
Menurut Palguna, keterangan Enny justru bisa langsung digali pada saat yang sama ketika para anggota MKMK meminta keterangan 8 hakim konstitusi lainnya.
"Enggak (dipanggil untuk dimintai keterangan), dong. Kan bisa (langsung dikroscek), 'benar atau tidak begitu?'. Itu kan bisa kita tanyakan juga ke beliau (Enny)," ujar Palguna kepada wartawan, Kamis (9/2/2023).
"Prof Enny itu kan dalam hal ini bertindak sebagai bagian dari MKMK. Beliau bisa langsung meng-counter kalau ada keterangan hakim yang keliru di situ, justru bisa menjadi senjata (bagi MKMK)," tambahnya.
Baca juga: Babak Baru Pengungkapan Perubahan Substansi Putusan MK soal Pencopotan Aswanto, MKMK Gerak Cepat
Palguna menganggap bahwa permintaan keterangan dari seluruh hakim konstitusi sangat penting.
Sebab, seluruh hakim konstitusi memang sejak awal terlibat dalam proses persidangan suatu perkara, mulai dari pemeriksaan sampai rapat permusyawaratan jelang pembacaan putusan.