Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Seleksi Hakim MA: Anggota Hakim Penyunat Vonis Pinangki Kandas, Polisi "Rezeki Entah dari Mana" Lolos

Kompas.com - 03/02/2023, 21:10 WIB
Syakirun Ni'am,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) menyatakan, anggota majelis hakim yang menyunat masa hukuman Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 menjadi 4 tahun penjara, Lafat Akbar, tidak lolos seleksi hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA).

Lafat merupakan salah satu calon ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) MA yang sudah mencapai tahap wawancara pada Kamis (2/2/2023) kemarin.

Anggota KY sekaligus Ketua Bidang Rekrutmen Hakim, Siti Nurjanah mengumumkan hanya tiga nama calon peserta hakim ad hoc HAM MA.

Dari tiga nama tersebut, tidak ada nama Lafat Akbar.

“KY berdasarkan keputusan rapat pleno KY tangal 2 februari 2023 mengumumkan nama-nama calon hakim ad hoc HAM pada ma tahun 2022-2023 yang lolos seleksi,” kata Siti dalam konferensi pers yang disiarkan di Youtube Komisi Yudisial, Jumat (3/2/2023).

 Baca juga: Komisi Yudisial Ajukan 6 Calon Hakim Agung dan 3 Hakim Ad Hoc HAM ke DPR, Ini Daftarnya

Adapun tiga nama calon hakim ad hoc HAM MA yang dinyatakan lolos adalah anggota Polri, AKBP Harnoto dan mantan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, M. Fatan Riyadhi.

Kemudian, pengacara pada firma hukum Heppy Wajongkere and Partners, Heppy Wajongkere, juga dinyatakan lolos.

“Keputusan KY bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat,” tegas Siti.

Jejak Putusan Jadi Sorotan

Dalam proses wawancara kemarin, rekam jejak Lafat Akbar menyidangkan perkara Pinangki menjadi sorotan Komisi Yudisial.

Lafat sebelumnya pernah menjadi hakim ad hoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Bersama hakim Muhammad Yusuf dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, dan Renny Halida Ilham Malik pada tanggal 14 Juni 2021, Lafat mengadili perkara Pinangki.

Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat sebelumnya menyatakan Pinangki terbukti menerima suap dari buron kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Djoko Tjandra sebesar 500 ribu dollar Amerika Serikat.

 Baca juga: 12 Calon Hakim Agung Lolos Seleksi Kesehatan dan Kepribadian

Ia juga dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berjumlah 375.229 dollar AS atau setara Rp 5,25 miliar.

Ia juga dinyatakan bersalah melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking untuk menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa.

Ia kemudian divonis 10 tahun penjara.

Tidak terima, Pinangki mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Majelis hakim yang diisi Lafat dan koleganya itu kemudian menyunat masa hukuman Pinangki menjadi 4 tahun penjara.

 Baca juga: Calon Hakim Ad Hoc HAM MA Terkekeh Saat Ditanya Diskon Hukuman Jaksa Pinangki

Jejak putusan ini diulik oleh Siti. Ia menanyakan apakah dalam proses persidangan itu, Lafat dan rekan-rekannya mendapatkan godaan maupun tekanan dari pimpinan pengadilan.

“Saya mau mendengarkan cerita, majelisnya termasuk bapak itu tidak mungkin tidak ada tekanan-tekanan atau godaan-godaan, bukan terhadap Pinangkinya, tapi terhadap majelis termasuk Bapak,” kata Siti.

Mendengar pertanyaan ini, Lafat kemudian memberikan penjelasan dengan terkekeh. Sepanjang bercerita, bibirnya tampak menyeringai.

Ia mengaku tidak menerima godaan tertentu dalam penanganan perkara Pinangki. Ia juga tidak mengaku tidak kenal.

“Kalau godaan-godaan saya enggak nerima,” ujar Lafat terkekeh.

 Baca juga: Ditanya soal Rezeki Entah dari Mana, Calon Hakim Ad Hoc HAM AKBP Harnoto: Saya Tak Bisa Menjawab

Menurut Lafat, pada umumnya hakim ad hoc ingin menjatuhkan hukuman yang tinggi terhadap terdakwa kasus korupsi. Namun, kata dia, hakim ad hoc kerap kalah suara.

“Maunya sih tinggi banget hukumannya korupsi itu, maunya. Cuma karena kita kalah suara saja barangkali,” kata Lafat kembali terkekeh.

Polisi dengan “Rezeki Entah dari Mana” Lolos

Sementara nama Lafat dicoret, anggota Polri aktif Harnoto dinyatakan lolos seleksi.

Dalam sesi wawancara kemarin, jejak rekam Harnoto juga disorot Komisi Yudisial.

Anggota KY, Sukma Violetta mengulik karir Harnoto selama 33 tahun di Polri. Ia kemudian menanyakan perihal ‘rezeki entah dari mana’ yang pernah ia sampaikan.

“Saudara menyebutkannya sebagai 'rezeki entah dari mana', bagaimana ceritanya tentang 'rezeki entah dari mana' yang bapak akui menerimanya?” tanya Sukma sebagaimana disiarkan di YouTube Komisi Yudisial, Kamis (2/2/2023).

 Baca juga: Seleksi Hakim Agung, KY Mengaku Hati-hati Telusuri Rekam Jejak Calon

Mendengar pertanyaan ini, Harnoto menyatakan tidak bisa menjawab.

Menurutnya, dalam pelaksanaan tugas di kepolisian saat itu terdapat tim, unit, kesatuan kecil, serta pengelolaan anggaran.

Harnoto tidak mengetahui apakah uang itu merupakan bagian dari pelaksanaan tugas seperti penyelidikan, penyidikan, atau lainnya.

“Mohon izin bu, terkait dengan 'rezeki dari mana', ya mohon izin saya tidak bisa menjawab,” kata Harnoto.

Lebih lanjut, Harnoto kemudian menjelaskan pengalamannya mendapatkan uang yang tidak disangka. Saat itu ia berangan-angan membangun musala.

 Baca juga: Ahli Hukum Sebut KY Berwenang Lakukan Seleksi Hakim Ad Hoc MA

Salah seorang teman kemudian memberinya sejumlah uang yang kemudian digunakan untuk membangun tempat ibadah tersebut.

“Sehingga, alhamdulilah walaupun tidak bagus tapi tidak pondasi saja dan itu sudah bisa dipakai untuk bersujud,” kata Hartono.

“Itu yang dimaksud dengan 'rezeki dari mana',” ujarnya melanjutkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com