Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 02/02/2023, 20:24 WIB
|

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah seorang calon hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM) di Mahkamah Agung, Lafat Akbar terkekeh saat dicecar anggota Komisi Yudisial (KY) terkait sunat vonis eks jaksa, Pinangki Sirna Malasari.

Adapun Lafat merupakan hakim ad hoc tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Ia turut menjadi anggota majelis hakim yang menyunat masa hukuman Pinangki dari 10 menjadi 4 tahun penjara.

Baca juga: Pinangki Bebas Lebih Cepat, Johan Budi: Penegak Hukum Harusnya Dihukum Lebih Berat

Peristiwa ini terjadi saat Lafat mengikuti wawancara terbuka calon hakim ad hoc HAM di MA tahun 2023.

Mulanya, Anggota KY, Siti Nurjanah mengungkit vonis ringan dari Lafat dan anggota majelis lainnya terhadap Pinangki.

“Putusannya kan menjadikan viral, (menarik) perhatian publik ini karena dari yang 10 tahun  itu diputus hanya menjadi 4 tahun sehingga publik ini bertanya-tanya,” kata Siti sebagaimana disiarkan secara live di YouTube Komisi Yudisial, Kamis (2/2/2023).

Menurut Siti, saat itu sejumlah stasiun televisi bahkan mengadakan talk show membahas sunat masa hukuman Pinangki.

Siti lantas meminta Lafat untuk menceritakan, apakah selama proses persidangan yang menyunat hukuman Pinangki itu ia dan anggota majelis lainnya mendapatkan banyak tekanan maupun godaan.

“Coba ceritakan yang Bapak tahu, bisa godaan itu dari luar, juga bisa dari pimpinan, pimpinan tinggi dan juga pimpinan atau ketua majelis dan pimpinan pengadilan,” kata Siti.

“Silakan Bapak ceritakan dengan sejujur-jujurnya,” ujar Siti.

Baca juga: Pinangki Boleh ke Luar Negeri Setelah Bebas Bersyarat, asal Dapat Izin Kemenkumham

Alih-alih menjelaskan tentang ada atau tidaknya godaan itu, Lafat justru menceritakan awal mula dirinya mendapati kasus tersebut.

Ia kemudian menjabarkan bahwa Pinangki mengiming-iming atau menjanjikan salah seorang terdakwa kasus BLBI, Djoko Tjandra bisa mengajukan peninjauan kembali (PK).

“Jadi iming-iming itu yang diterima oleh terdakwa ini,” ujar Lafat.

Belum selesai Lafat menjelaskan, Siti memotong. Menurut dia, itu bukan jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan.

Siti lantas mengulangi pertanyaan yang diajukannya. Ia ingin mendengar apakah Lafat dan anggota hakim lainnya mendapatkan tekanan.

“Saya mau mendengarkan cerita, majelisnya termasuk bapak itu tidak mungkin tidak ada tekanan-tekanan atau godaan-godaan, bukan terhadap Pinangkinya, tapi terhadap majelis termasuk Bapak,” kata Siti.

Mendengar ini, Lafat kemudian memberikan penjelasan sembari terkekeh. Sepanjang bercerita, bibirnya tampak menyeringai.

Baca juga: Publik Soroti Bebas Bersyarat Pinangki, Wamenkumham Sebut Sudah Sesuai Regulasi

Lafat mengaku tidak menerima godaan-godaan tertentu terkait perkara Pinangki. Ia mengaku tidak kenal sehingga tidak digoda.

“Kalau godaan-godaan saya enggak nerima,” ujar Lafat terkekeh.

Menurut Lafat, pada umumnya hakim ad hoc ingin menjatuhkan hukuman yang tinggi terhadap terdakwa kasus korupsi. Namun, kata dia, hakim ad hoc kerap kalah suara.

“Maunya sih tinggi banget hukumannya korupsi itu, maunya. Cuma karena kita kalah suara saja barangkali,” kata Lafat kembali terkekeh.

Ia lantas membandingkan dengan persidangan perkara pelanggaran HAM. Menurut dia, komposisi majelis yang menyidangkan pelanggaran HAM didominasi hakim ad hoc daripada hakim karier.

“Jadi kita selalu kalah kalau di ad hoc itu di korupsi. Kita maunya tinggi, kita kalah suara,” ujar dia.

Setelah itu, Siti kembali mencecar apakah sebagai hakim yang berbeda pendapat, Lafat mengajukan dissenting opinion (DO).

“Waktu itu bapak DO?” ujar Siti.

Baca juga: Pembebasan Bersyarat Pinangki Dicabut jika Kembali Terlibat Pidana

Lahat lantas menjawab pihaknya tidak bisa DO, kecuali pasal yang berbeda.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Pinangki terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana sekaligus dan memvonisnya 10 tahun penjara.

Pertama, Pinangki menerima uang suap 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra.

Kedua, Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 dollar AS atau setara Rp 5,25 miliar.

Pinangki juga dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking untuk menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa.

Merasa keberatan, Pinangki lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. 

Perkara Pinangki kemudian diadili oleh hakim Muhammad Yusuf dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik pada tanggal 14 Juni 2021.

Mereka kemudian menyunat masa hukuman Pinangki dari 10 menjadi 4 tahun penjara.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Airlangga Hadir di Bukber Nasdem, Opsi Jadi Cawapres Anies Terbuka?

Airlangga Hadir di Bukber Nasdem, Opsi Jadi Cawapres Anies Terbuka?

Nasional
Kehadiran Airlangga di Bukber Nasdem Dinilai Belum Cukup Kuat Beri Sinyal Merapatnya KIB Ke KPP

Kehadiran Airlangga di Bukber Nasdem Dinilai Belum Cukup Kuat Beri Sinyal Merapatnya KIB Ke KPP

Nasional
Bripka Handoko Buka Pintu Penjara supaya Anak Bisa Peluk Ayahnya, Kompolnas: Sosok Polisi yang Diharapkan Masyarakat

Bripka Handoko Buka Pintu Penjara supaya Anak Bisa Peluk Ayahnya, Kompolnas: Sosok Polisi yang Diharapkan Masyarakat

Nasional
Survei Indikator Politik: Ridwan Kamil Cawapres Teratas, Disusul Sandiaga Uno, AHY, dan Erick Thohir

Survei Indikator Politik: Ridwan Kamil Cawapres Teratas, Disusul Sandiaga Uno, AHY, dan Erick Thohir

Nasional
Simulasi 'Head to Head', Ganjar Menang atas Prabowo dan Anies

Simulasi "Head to Head", Ganjar Menang atas Prabowo dan Anies

Nasional
Cawapres Anies Disebut Layak dari NU, Pengamat: Untuk Tingkatkan Elektabilitas Anies di Jawa Tengah dan Jawa Timur

Cawapres Anies Disebut Layak dari NU, Pengamat: Untuk Tingkatkan Elektabilitas Anies di Jawa Tengah dan Jawa Timur

Nasional
Budi Gunawan Dinilai 'Dukung' Prabowo, BIN Diingatkan soal Netralitas

Budi Gunawan Dinilai "Dukung" Prabowo, BIN Diingatkan soal Netralitas

Nasional
Demokrat Ajak Parpol Lain Gabung Koalisi Perubahan: Untuk yang Masih Bingung Tentukan Arah

Demokrat Ajak Parpol Lain Gabung Koalisi Perubahan: Untuk yang Masih Bingung Tentukan Arah

Nasional
Komnas HAM Akan Surati Jokowi, Minta Amnesti untuk Budi Pego

Komnas HAM Akan Surati Jokowi, Minta Amnesti untuk Budi Pego

Nasional
Soal Cawapres Anies, PBNU: Kami Tak Berkapasitas untuk Mendukung, Menyodorkan, dan Merestui

Soal Cawapres Anies, PBNU: Kami Tak Berkapasitas untuk Mendukung, Menyodorkan, dan Merestui

Nasional
Polisi Buka Pintu Penjara karena Tak Tega Lihat Anak Peluk Ayahnya Terhalang Jeruji, Polri: Tidak Masalah, tapi...

Polisi Buka Pintu Penjara karena Tak Tega Lihat Anak Peluk Ayahnya Terhalang Jeruji, Polri: Tidak Masalah, tapi...

Nasional
Pejuang Lingkungan Tak Bisa Dipidana, Komnas HAM Sebut Penangkapan Budi Pego Kriminalisasi

Pejuang Lingkungan Tak Bisa Dipidana, Komnas HAM Sebut Penangkapan Budi Pego Kriminalisasi

Nasional
Survei Indikator Politik: Elektabilitas Prabowo Naik 2 Persen gara-gara Di-'endorse' Jokowi

Survei Indikator Politik: Elektabilitas Prabowo Naik 2 Persen gara-gara Di-"endorse" Jokowi

Nasional
Profil Tim Delapan yang Bantu Anies Baswedan Cari Kandidat Cawapres

Profil Tim Delapan yang Bantu Anies Baswedan Cari Kandidat Cawapres

Nasional
Survei Indikator Politik: 73,1 Persen Publik Cenderung Puas Kinerja Presiden Jokowi

Survei Indikator Politik: 73,1 Persen Publik Cenderung Puas Kinerja Presiden Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke