JAKARTA, KOMPAS.com - Salah seorang calon hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM) di Mahkamah Agung, Lafat Akbar terkekeh saat dicecar anggota Komisi Yudisial (KY) terkait sunat vonis eks jaksa, Pinangki Sirna Malasari.
Adapun Lafat merupakan hakim ad hoc tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Ia turut menjadi anggota majelis hakim yang menyunat masa hukuman Pinangki dari 10 menjadi 4 tahun penjara.
Baca juga: Pinangki Bebas Lebih Cepat, Johan Budi: Penegak Hukum Harusnya Dihukum Lebih Berat
Peristiwa ini terjadi saat Lafat mengikuti wawancara terbuka calon hakim ad hoc HAM di MA tahun 2023.
Mulanya, Anggota KY, Siti Nurjanah mengungkit vonis ringan dari Lafat dan anggota majelis lainnya terhadap Pinangki.
“Putusannya kan menjadikan viral, (menarik) perhatian publik ini karena dari yang 10 tahun itu diputus hanya menjadi 4 tahun sehingga publik ini bertanya-tanya,” kata Siti sebagaimana disiarkan secara live di YouTube Komisi Yudisial, Kamis (2/2/2023).
Menurut Siti, saat itu sejumlah stasiun televisi bahkan mengadakan talk show membahas sunat masa hukuman Pinangki.
Siti lantas meminta Lafat untuk menceritakan, apakah selama proses persidangan yang menyunat hukuman Pinangki itu ia dan anggota majelis lainnya mendapatkan banyak tekanan maupun godaan.
“Coba ceritakan yang Bapak tahu, bisa godaan itu dari luar, juga bisa dari pimpinan, pimpinan tinggi dan juga pimpinan atau ketua majelis dan pimpinan pengadilan,” kata Siti.
“Silakan Bapak ceritakan dengan sejujur-jujurnya,” ujar Siti.
Baca juga: Pinangki Boleh ke Luar Negeri Setelah Bebas Bersyarat, asal Dapat Izin Kemenkumham
Alih-alih menjelaskan tentang ada atau tidaknya godaan itu, Lafat justru menceritakan awal mula dirinya mendapati kasus tersebut.
Ia kemudian menjabarkan bahwa Pinangki mengiming-iming atau menjanjikan salah seorang terdakwa kasus BLBI, Djoko Tjandra bisa mengajukan peninjauan kembali (PK).
“Jadi iming-iming itu yang diterima oleh terdakwa ini,” ujar Lafat.
Belum selesai Lafat menjelaskan, Siti memotong. Menurut dia, itu bukan jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan.
Siti lantas mengulangi pertanyaan yang diajukannya. Ia ingin mendengar apakah Lafat dan anggota hakim lainnya mendapatkan tekanan.
“Saya mau mendengarkan cerita, majelisnya termasuk bapak itu tidak mungkin tidak ada tekanan-tekanan atau godaan-godaan, bukan terhadap Pinangkinya, tapi terhadap majelis termasuk Bapak,” kata Siti.
Mendengar ini, Lafat kemudian memberikan penjelasan sembari terkekeh. Sepanjang bercerita, bibirnya tampak menyeringai.
Baca juga: Publik Soroti Bebas Bersyarat Pinangki, Wamenkumham Sebut Sudah Sesuai Regulasi
Lafat mengaku tidak menerima godaan-godaan tertentu terkait perkara Pinangki. Ia mengaku tidak kenal sehingga tidak digoda.
“Kalau godaan-godaan saya enggak nerima,” ujar Lafat terkekeh.
Menurut Lafat, pada umumnya hakim ad hoc ingin menjatuhkan hukuman yang tinggi terhadap terdakwa kasus korupsi. Namun, kata dia, hakim ad hoc kerap kalah suara.
“Maunya sih tinggi banget hukumannya korupsi itu, maunya. Cuma karena kita kalah suara saja barangkali,” kata Lafat kembali terkekeh.
Ia lantas membandingkan dengan persidangan perkara pelanggaran HAM. Menurut dia, komposisi majelis yang menyidangkan pelanggaran HAM didominasi hakim ad hoc daripada hakim karier.
“Jadi kita selalu kalah kalau di ad hoc itu di korupsi. Kita maunya tinggi, kita kalah suara,” ujar dia.
Setelah itu, Siti kembali mencecar apakah sebagai hakim yang berbeda pendapat, Lafat mengajukan dissenting opinion (DO).
“Waktu itu bapak DO?” ujar Siti.
Baca juga: Pembebasan Bersyarat Pinangki Dicabut jika Kembali Terlibat Pidana
Lahat lantas menjawab pihaknya tidak bisa DO, kecuali pasal yang berbeda.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Pinangki terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana sekaligus dan memvonisnya 10 tahun penjara.
Pertama, Pinangki menerima uang suap 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra.
Kedua, Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 dollar AS atau setara Rp 5,25 miliar.
Pinangki juga dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking untuk menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa.
Merasa keberatan, Pinangki lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Perkara Pinangki kemudian diadili oleh hakim Muhammad Yusuf dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik pada tanggal 14 Juni 2021.
Mereka kemudian menyunat masa hukuman Pinangki dari 10 menjadi 4 tahun penjara.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.