JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sekaligus Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar mengusulkan dihapusnya pemilihan gubernur (pilgub) secara langsung oleh rakyat ditargetkan untuk Pemilu Serentak 2024. Setelah pilgub dihapus, dia mengusulkan agar jabatan gubernur juga perlu ditiadakan.
Usulan Cak Imin ini, panggilan Muhaimin Iskandar, merupakan kelanjutan dari pernyataannya yang menganggap jabatan gubernur tidak relevan lagi.
"Bertahap. Pilgub dulu (dihapus). Jangka pendeknya pilgub karena melelahkan tiga (pemilu): pilpres, pilgub, pilkada kabupaten/kota. Cukup atas dan bawah, tengah enggak usah. Atas itu pilpres, bawah itu pilbup dan pilwalkot. Ya kalau bisa 2024," jelas Cak Imin di sela acara Ijtima Ulama Jakarta yang diselenggarakan PKB di Hotel Novotel, Cikini, Kamis (2/2/2023).
Baca juga: Muhaimin Wacanakan Gubernur Dihapus, Jokowi: Boleh Saja Namanya Usulan
"Ke depannya karena fungsinya tidak efektif hanya pengawasan, maka bisa dilakukan oleh kementerian, sehingga jabatan gubenur suatu hari mungkin tidak diperlukan," tambahnya.
Ia kembali mengulang pendapatnya bahwa diperlukan kajian mendalam terkait relevansi peran gubernur dalam pemerintahan daerah. Sebab, menurutnya, bukan gubernur yang bersentuhan langsung dengan rakyat, melainkan wali kota dan bupati.
Sementara itu, untuk kewenangan yang lebih tinggi, menurut Cak Imin, tugas itu dapat diemban pemerintah pusat. Pemerintahan daerah di level provinsi dianggap cukup melalui perpanjangan tangan pemerintah pusat.
"Apakah dimulai dari usulan DPR diserahkan kepada presiden atau dari presiden 3 nama diserahkan kepada DPRD untuk memilih. Terserah, yang penting itu adalah tangan panjang pemerintah pusat," ujar Cak Imin.
"Kewenangannya dan programnya (gubernur) tidak sebanding dengan lelahnya pelaksanaan pilkada secara langsung," kata dia.
Baca juga: Muhaimin Usul Jabatan Gubernur Dihapus, Sultan: Terserah Pemerintah Pusat, Bukan Cak Imin
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyebut bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung pada Pemilu 2024, termasuk gubernur, tetap berlangsung sesuai jadwal yang ditetapkan selama norma dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada masih berlaku.
UU Pilkada sudah lebih dulu menjadwalkan secara tegas bahwa pilkada langsung, termasuk di dalamnya pilgub, digelar November 2024.
"Dikarenakan Pasal 201 ayat (8) UU tentang Pilkada masih efektif berlaku, jadi Pemilihan/Pilkada Serentak Nasional akan diselenggarakan pada November 2024," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik kepada Kompas.com pada Kamis (2/1/2023).
"UU tentang Pilkada sampai saat ini masih efektif berlaku dan saat ini dijadikan rujukan hukum dalam merancang perencanaan tahapan pemilihan/pilkada termasuk perencanaan anggaran pembiayaan tahapan pemilihan/pilkada," ujarnya.
Baca juga: Muhaimin Iskandar Usul Pemilihan Langsung Gubernur Dihapus
Idham mengungkit bagaimana isu sejenis pernah mengemuka jelang Pilkada 2020, yaitu pilkada asimetris.
Dalam konsep pilkada asimetris, tidak semua kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, melainkan beberapa di antaranya diangkat pemerintah pusat. Akan tetapi, ketika isu itu menyeruak pun, Pilkada 2020 tetap digelar secara langsung merujuk norma dalam Pasal 201 ayat (6) UU Pilkada.
Idham menjelaskan, norma UU Pilkada ini merupakan tindak lanjut dari norma dalam Bab VI Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
Pasal itu berbunyi, "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis".
Baca juga: Tanggapi Usulan Cak Imin Jabatan Gubernur Dihapus, Gibran: Ya Sulit, Harus Ada Gubernur
Oleh karenanya, agar usul Muhaimin bisa terealisasi, yakni jabatan gubernur cukup diisi administrator yang ditunjuk pemerintah, maka ada jalan panjang yang harus ditempuh.
Revisi UU Pilkada dianggap tidak cukup karena UU Pilkada merupakan tindak lanjut UUD 1945.
Dibutuhkan tafsir dari Mahkamah Konstitusi atas UUD 1945 soal pemilihan kepala daerah secara "demokratis" dan sejauh mana definisi "kepala daerah" itu sendiri.
"Frasa kepala daerah yang dipilih secara demokratis dalam Bab VI Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 hanya dapat ditafsirkan oleh MK sebagai the sole interpreter of constitution (penafsir tunggal konstitusi)," kata Idham.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.