JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho yakin tindakan Ferdy Sambo dkk terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J merupakan pembunuhan berencana.
Merujuk pada keterangan para saksi, ahli, dan alat bukti di persidangan, besar kemungkinan unsur perencanaan dalam perkara ini terpenuhi.
"Kalau kita melihat sejak awal dari aspek Saguling, aspek di Magelang, sampai ke Duren Tiga, kok tampaknya ada perencanaan," kata Hibnu kepada Kompas.com, Kamis (29/12/2022).
Baca juga: ART Ferdy Sambo: Kondisi Putri Candrawathi Sehari Setelah Kematian Brigadir J Baik-baik Saja
Memang, kata Hibnu, ada sejumlah hal yang masih menjadi tanda tanya. Misalnya, soal dugaan kekerasan seksual yang diklaim oleh istri Sambo, Putri Candrawathi, terjadi di rumah Magelang sehari sebelum penembakan.
Kemudian, soal perintah menembak Yosua. Sambo mengeklaim dirinya memerintahkan Richard Eliezer untuk menghajar, sementara Richard bersikukuh mantan atasannya itu menginstruksikan dia untuk menembak.
Selain bukti-bukti yang masih minim, sejumlah keterangan saksi terkait ini juga saling bertentangan.
Menurut Hibnu, nantinya fakta-fakta yang terungkap dalam sidang bakal menjadi pertimbangan hakim untuk mengambil putusan atas vonis Sambo dan para terdakwa lainnya.
"Itu kan akhirnya hakim yang mencatat," ujarnya.
Baca juga: Saksi Sebut Ferdy Sambo Ngotot Peristiwa di Magelang Hanya Ilusi
Namun demikian, kata Hibnu, tampak ada upaya Ferdy Sambo ingin meloloskan diri dari jerat pembunuhan berencana kasus ini.
Sejak awal kasus ini mencuat, Sambo bersikukuh dengan pengakuannya, bahwa dia hanya memerintahkan Richard untuk menghajar Yosua, bukan menembak.
Dengan narasi tersebut, Sambo seolah ingin memberi kesan bahwa penembakan terhadap Yosua merupakan spontanitas Richard yang salah menafsirkan perintahnya untuk menghajar.
Jika Majelis Hakim percaya pada pengakuan Sambo, kata Hibnu, bisa saja mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lolos dari jerat pembunuhan berencana.
"Kita melihat, Sambo mencoba untuk menghindar adanya suatu perencanaan," ujarnya.
Namun begitu, lanjut Hibnu, seandainya pun Sambo memerintahkan Richard menghajar Yosua, diksi "hajar" tak bisa dilihat secara teks saja, tetapi harus dikaitkan dengan konteks dan situasi.
Saat itu, sebelum Yosua dieksekusi di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga, Sambo lebih dulu memerintahkan Richard untuk menembak Yosua. Perintah tersebut disampaikan Sambo di rumah pribadinya di Jalan Saguling.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.