Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Korban Gagal Ginjal Akut Ungkap Alasan Gugat Kemenkes dan BPOM

Kompas.com - 13/12/2022, 18:17 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara korban gagal ginjal akut akibat obat batuk sirup menyebut bahwa Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak memiliki standar jelas dalam mengukur cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Kuasa hukum korban, Awan Puryadi mengatakan, kasus gagal ginjal akut pada anak mulai bermunculan pada September-Oktober.

Baca juga: Korban Gagal Ginjal Akut yang Beri Kuasa Bertambah, Gugatan ke Kemenkes dan BPOM Dicabut

Namun, pada saat itu, BPOM dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan keterangan yang berubah-ubah. Hal ini menjadi alasan korban gagal ginjal akut menggugat Kemenkes dan BPOM.

“Salah satunya misalkan disampaikan bahwa BPOM ini tidak punya standar untuk mengecek, mengetes cemaran EG dan DEG,” kata Awan saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa (13/12/2022).

Menurut Awan, semestinya terdapat standar internasional yang mengukur cemaran racun EG dan DEG dalam obat. Di Amerika Serikat misalnya, terdapat panduan untuk mengetes cemaran dua zat itu.

Awan mempertanyakan alasan tidak adanya standar penggunaan EG dan DEG selama puluhan tahun. Menurutnya, jika sejak awal pemerintah menetapkan standar itu, peristiwa kematian ratusan anak tidak terjadi.

Baca juga: Komnas HAM Bakal Gali Kasus Gagal Ginjal hingga ke Akarnya, Termasuk soal Mafia Obat

Hal ini menjadi alasan keluarga korban terdampak obat sirup yang tercemar EG dan DEG memasukkan Kemenkes dan BPOM sebagai tergugat, selain perusahaan produsen obat dan penyuplai bahan baku obat.

“Karena ada statement-statement yang dengan jelas menyatakan ‘kami tidak ada standar’ 'kami tidak ada protokol’ dan itu memang tidak ada,” ujar Awan.

Awan menuturkan, keluarga korban menilai Kemenkes dan BPOM telah abai dan dinilai harus bertanggung jawab.

Ia mengatakan, EG dan DEG masuk dalam daftar zat berbahaya milik Kemenkes maupun Kementerian Perindustrian. Semestinya, BPOM mengawasi keberadaan zat berbahaya itu dengan cara membuat standar pada perusahaan.

Selanjutnya, perusahaan produsen obat seharusnya mengetahui bahwa zat berbahaya itu tidak boleh digunakan. Perusahaan juga harus melakukan uji dan kemurnian agar mendapatkan izin edar.

“Harusnya perusahaan menguji mutu dan kemurnian. Harusnya sudah ditemukan dari awal,” ujarnya.

Baca juga: Anaknya Meninggal karena Gagal Ginjal Akut, Warga Ini Melapor ke Polda Metro Jaya

Sebagai informasi, sebanyak 199 anak meninggal dunia akibat obat sirup cair yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DG).

Data tersebut merujuk pada data Kementerian Kesehatan per 16 November 2022. Adapun jumlah korban yang menderita gagal ginjal akut sebanyak 324 anak.

Sejumlah keluarga korban obat sirup beracun kemudian menggugat sembilan pihak yang dinilai bertanggung jawab.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com