JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan pemerintah tetap mempertahankan pasal tentang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan (kohabitasi) atau kumpul kebo dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang diperdebatkan dengan memberikan jalan keluar lain.
"Terkait kohabitasi ini ada win-win solution," kata Eddy, sapaan Edward, dalam jumpa pers usai menghadiri rapat terbatas dengan presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Baca juga: Wamenkumham Sebut RKUHP Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE
"Yaitu yang pertama pasal itu ada, tetapi kemudian ada dalam penjelasan bahwa dengan berlakunya tentang pasal kohabitasi ini maka semua peraturan perundang-undangan di bawah KUHP yang berkaitn dengan kohabitasi itu dinyatakan tidak berlaku," ujar Edward.
Rumusan tentang pidana kohabitasi diatur dalam Pasal 414 yang terdiri dari 4 ayat.
Dalam Ayat (1) disebutkan, "Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II".
Akan tetapi, perbuatan itu tidak bisa serta merta dituntut secara hukum kecuali atas pengaduan dari 2 pihak, yaitu suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Rumusan itu tercantum dalam Ayat (2).
Baca juga: Polisi Bubarkan Aksi Tolak RKUHP di CFD Jakarta, Wamenkumham: Saya Tidak Tanggapi soal Represi
Sedangkan pada Ayat (3) disebutkan, "Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30".
Lantas pada Ayat (4) berbunyi, "Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai".
Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Prof. Marcus Priyo Gunarto mengatakan, saat ini draf RKUHP revisi terakhir pada 9 November 2022 terdiri dari 43 bab dan berisi 624 pasal. Sebelumnya draf RKUHP berisi 628 pasal.
Baca juga: Optimistis RKUHP Tak Timbulkan Polemik, Pimpinan DPR: Kalau Disosialisasikan, Masyarakat Bisa Terima
Berkurangnya jumlah pasal RKUHP terjadi karena pemerintah memutuskan menghapus sejumlah pasal yang kontroversial dari masukan masyarakat dan DPR.
Posisi pemerintah saat ini, kata Marcus, menunggu kelanjutan pembahasan di DPR.
"Jadi saya kira kita menunggu perkembangan selanjutnya, pada tahapan berikutnya," ucap Marcus.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Ad Interim Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tito Karnavian. Menurut dia sejumlah persoalan dalam draf RKUHP hasil revisi terakhir sudah disepakati oleh DPR karena mewakili kepentingan seluruh pihak.
Baca juga: Menjaga Kehormatan Lembaga Negara di RKUHP
"Ada materi-materi yang didebatkan baik di kalangan masyarakat maupun antarpartai juga, tapi sejumlah masalah sudah disepakati dan juga sudah dikoordinasikan untuk mencari titik temu keseimbangan antara kepentingan individual, kepentingan masyarakat, dan juga kepentingan negara," ucap Tito.
"Dan nanti perkembangannya akan kita menunggu paripurna tingkat 2, menunggu kabar dari DPR RI," lanjut Tito.
Adapun Tito menyatakan dia untuk sementara mewakili Menkopolhukam Mahfud MD yang tengah berada di luar negeri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.