Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Politisi Mengontrol Palu Hakim Konstitusi

Kompas.com - 26/11/2022, 06:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDEN Joko Widodo sudah menyetujui pemberhentian Aswanto dari hakim Konstitusi dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 114 B Tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi usulan dari DPR RI dan melantik Guntur Hamzah sebagai Hakim Konstitusi.

Pemberhentian Aswanto tidak hanya menyisahkan kontroversi, juga cacat prosedur. Surat pemberitahuan yang disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi kepada DPR itu adalah surat pemberitahuan mengenai jabatan hakim konstitusi setelah perubahan ketiga UU MK.

Surat MK ke DPR hanya sekadar surat pemberitahuan sebagaimana surat MK ke Presiden dan Mahkamah Agung. Dari ketiga lembaga itulah hakim konstitusi diusulkan.

Rupa-rupanya, surat pemberitahuan itu dimaknai sebagai surat evaluasi bagi kinerja hakim MK yang diusulkan oleh DPR.

Untuk itu, Komisi III DPR melakukan rapat marathon. Dalam waktu sekejap, tanggal 29 September 2022, Guntur Hamzah dipanggil masuk ke ruang sidang Komisi Hukum itu.

Dalam Paripurna DPR bertanya kesiapan Guntur menggantikan Aswanto di sidang kilat itu. Hari itu juga Aswanto diberhentikan.

DPR berkirim surat ke Presiden untuk menindaklanjuti keputusan Paripurna Dewan. Surat pemberitahuan pergantian hakim yang dikirim DPR cacat prosedur.

Seharusnya surat pemberhentian hakim dikirim oleh MK ke Presiden, bukan oleh DPR. Tetapi rupanya Presiden setuju dengan pergantian itu. Dengan menabrak prosedur pergantian hakim, Presiden menerbitkan surat keputusan pemberhentian Aswanto dan pengangkatan Guntur.

Setelah pemberhentian Aswanto, kesannya MK bukan lagi "dipilih oleh" DPR, Presiden dan MA, melainkan dipilih "dipilih dari".

Artinya lembaga pengusul yang punya "saham" di MK. Maka keputusan MK harus menguntungkan pemegang saham.

Dari pengalaman yang menimpa Aswanto, MK sudah berada diujung tanduk, lembaga ini sedang dilemahkan.

Pelemahan institusional belakangan ini dilakukan dengan cara-cara yang cukup vulgar, yaitu melalui perubahan aturan undang-undang. Hal itu terjadi pada KPK dan sekarang sedang diupayakan ke Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

Caranya sama, mengubah undang-undang dengan melucuti independensi lembaga-lembaga itu baik dengan cara yang kasar seperti dilakukan pada KPK, maupun dengan cara yang lebih halus seperti membuka kemungkinan masuknya orang-orang partai politik atau mengubah norma dengan menambahkan klausul baru mengenai pengisian jabatan seperti yang hendak dilakukan pada MK sekarang ini.

Fenomena ini mirip dengan cara penguasa-penguasa tiran mengakumulasi kekuasaan untuk memperluas pengaruhnya, bahkan antarcabang kekuasaan.

Tujuannya adalah: pertama dengan mengontrol lembaga-lembaga inti, kedua melucuti independensi lembaga-lembaga tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Nasional
Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Nasional
Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki 'Presiden 2029'

Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki "Presiden 2029"

Nasional
Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Nasional
Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Nasional
AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Nasional
Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com