Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Permohonan Pembatalan Pencopotan Hakim Aswanto, tapi...

Kompas.com - 24/11/2022, 14:41 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruhnya permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.

Permohonan itu diajukan oleh seorang advokat bernama Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak menyusul pencopotan Hakim Konstitusi Aswanto oleh DPR pada akhir September lalu.

Dalam keputusannya, MK menilai permohonan pemohon yang meminta agar pencopotan Aswanto dari kursi hakim konstitusi dibatalkan tidak berlasan menurut hukum.

"Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (23/11/2022).

Baca juga: Istana Jelaskan Alasan Jokowi Tetap Lantik Guntur Hamzah Gantikan Aswanto

Mahkamah menilai, ihwal yang dipersoalkan pemohon dalam uji materi UU MK ini merupakan pengaduan konstitusional.

Padahal, sebagaimana bunyi konstitusi, MK berkedudukan sebagai penafsir konstitusi. Seperti disebutkan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Memang, menurut MK, pengaduan konstitusional merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memberi perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara.

Namun demikian, Mahkamah menegaskan, pihaknya tidak punya wewenang untuk memeriksa permohonan perkara yang termasuk dalam pengaduan konstitusional.

"Menurut Mahkamah, dalil pemohon mengenai norma Pasal 10 ayat (1) huruf a UU MK yang pada intinya menghendaki wewenang Mahkamah untuk menguji undang-undang
terhadap UUD 1945 termasuk dimaknai pengaduan konstitusional adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar Hakim Konstitisi Saldi Isra.

Baca juga: Jokowi Resmi Lantik Guntur Hamzah Jadi Hakim MK Pengganti Aswanto

Kendati begitu, dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan bahwa pemberhentian hakim konstitusi yang belum habis masa jabatannya harus merujuk ketentuan Pasal 23 UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.

Jika alasan pemberhentian tidak mengacu pada aturan tersebut, maka dapat dikatakan tindakan itu inkonstitusional.

"Tindakan yang dilakukan di luar ketentuan norma Pasal 23 UU MK adalah tidak sejalan dengan UUD 1945," kata hakim Saldi.

Menurut Mahkamah, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena beberapa alasan. Pertama, jika hakim tersebut mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan ke ketua MK.

Kedua, apabila hakim sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya, dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Ketiga, hakim diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan yang termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK.

Baca juga: Jejak Kontroversi Pelantikan Hakim Baru MK: Pencopotan Dadakan Aswanto dan Jokowi yang Tak Gubris Kritik

Halaman:


Terkini Lainnya

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com