JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) disebut mengeklaim mendapat amanah untuk mengelola Boeing Comunity Invesment Fund (BCIF), atau dana hibah untuk pemberdayaan masyarakat, untuk ahli waris kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Hal itu tercantum dalam surat dakwaan tiga terdakwa, yakni Ahyudin, Hariyana Hermain, dan Ibnu Khajar, yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Ahyudin merupakan pendiri dan mantan Presiden ACT, sedangkan Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain masing-masing menjabat Presiden dan salah satu pembina ACT.
Baca juga: Sederet Hal Terungkap dalam Dakwaan Eks Petinggi ACT yang Gelapkan Dana Sosial dari Boeing
Jaksa mengatakan, setelah kecelakaan yang menewaskan 189 penumpang dan awak, Boeing menyediakan dua jenis santunan.
Pertama adalah dana santunan Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) dengan total sebesar 25.000.000 dollar Amerika Serikat (AS) atau Rp 138.546.388.500.
Dari jumlah itu, setiap ahli waris mendapatkan Rp 2.037.450.000 (144.500 dollar AS).
Dana BFAF itu diberikan Boeing sebagai bantuan finansial dan diterima langsung oleh para ahli waris korban kecelakaan Lion Air JT-610.
Selain itu, Boeing juga memberikan dana sebesar BCIF yang nilainya sama dengan BFAF. Namun, dana BCIF merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan, dan dana itu tidak langsung diterima oleh para ahli waris korban, tetapi diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
Baca juga: Kejagung soal Pasal Pencucian Uang Bos ACT: Pasal yang Dicantumkan Hanya Itu
"Boeing telah mendelegasikan kewenangan kepada Administrator dari BCIF yaitu Mr. Feinberg dan Ms. Biros untuk menentukan program individual, proyek atau badan amal yang akan didanai dengan uang yang diberikan Boeing untuk BCIF dan untuk mengawasi penggunaan dana tersebut agar digunakan dengan benar," kata jaksa saat membacakan dakwaan.
Dalam pelaksanannya, kata jaksa, Boeing melalui kedua administrator itu menentukan sejumlah persyaratan mendasar yang harus dipenuhi oleh para penerima dana, termasuk kondisi di mana uang tidak dapat digunakan untuk kepentingan pribadi setiap individu.
Akan tetapi, Boeing tidak menentukan persyaratan untuk memilih atau mengawasi administrasi penggunaan BCIF.
Boeing, lanjut jaksa, mendelegasikan kewenangan kepada Administrator Mr. Feinberg dan Ms. Biros untuk menentukan progam individual, proyek, atau badan amal yang akan didanai BCIF. Akan tetapi badan amal yang akan mengelola ditunjuk oleh ahli waris.
Baca juga: Dugaan TPPU dan ITE Ahyudin ACT Masih Diusut, Bakal Disidang Terpisah
Akan tetapi, menurut jaksa, ACT mengeklaim sudah mendapat persetujuan untuk mengelola dana BCIF dari Boeing.
“Secara aktif pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban dan mengatakan telah mendapat amanah (ditunjuk dari Boeing sebagai pengelola dana sosial BCIF,” kata jaksa.
Pihak ACT, kata jaksa, kemudian meminta kepada keluarga ahli waris untuk mengisi dan menandatangani formulir pengajuan yang dikirim ke Boeing supaya dana BCIF bisa dicairkan kepada ACT.
Pada Oktober 2018, ACT mengajukan proposal proyek fasilitas sosial dikelola oleh ACT terkait dengan dana sosial Boeing berjumlah 70 proyek dari 68 ahli waris, di mana ada satu ahli waris yang mengajukan dua proyek.
ACT kemudian mengajukan nilai masing-masing proyek sebesar 2.037.450.000 (144.500 Dollar AS) kepada Boeing.
Baca juga: Didakwa Gelapkan Dana untuk Korban Lion Air, Pendiri ACT Ahyudin Tak Ajukan Ekspesi
Proposal itu disetujui oleh Boeing dan uang BCIF dicairkan ke rekening ACT.
Akan tetapi, dalam surat dakwaan disebutkan ACT mengajukan dan menyetujui rencana anggaran biaya (RAB) puluhan proyek yang akan dibiayai dana BCIF itu jauh di bawah nilai proposal yang diajukan kepada Boeing. Bahkan pengerjaan sejumlah proyek itu mangkrak.
“Berdasarkan klausul Boeing, Yayasan ACT wajib melaporkan hasil pekerjaannya,” ujar jaksa saat membacakan dakwaan.
Bahkan dari dana BCIF Boeing sebesar Rp 138.546.388.500, ACT hanya menyalurkan Rp 20.563.857.503.
Sampai saat ini, ACT juga belum memberikan progres pekerjaan kepada Boeing terkait implementasi pengelolaan dana sosial.
Baca juga: Terungkap di Dakwaan, ACT Tak Pernah Lapor Progres Penggunaan Dana Sosial dari Boeing
Menurut dakwaan, Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain mengetahui penggunaan dana BCIF sebesar Rp 117 miliar di luar peruntukannya.
"Telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997,diluar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," ucap Jaksa
Atas perbuatannya, terdawak Ahyudin didakwa Pasal 374 subsider 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Ibnu Khajar dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 juncto (Jo) Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.