“Pemilihan Presiden 2019 turut berperan menjadi preseden buruk yang memancing persepsi intoleransi pada aspek kebebasan politik di Indonesia,” kata Rangga.
Selain itu, Jajak Pendapat Kompas juga mengungkap faktor yang memicu pengalaman traumatis di Pemilu 2019, yani penyebaran hoaks.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Elektabilitas PDI-P Tertinggi di Kalangan Gen Z, Perindo Keempat
Hal ini diungkapkan oleh 37,6 persen responden. Pandangan mereka selaras dengan temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mengungkap ribuan konten hoaks di ruang digital Indonesia saat Pemilu 2019.
Rangga menyebut, persoalan ini tidak terlepas dari media sosial yang cenderung tidak terkontrol. Di saat yang bersamaan, terdapat buzzer yang menggunakan politik identitas sebagai obyek politik.
“Hal ini diperparah oleh kehadiran pendengung (buzzer) politik yang terus memperkeruh hubungan pendukung antarkubu,” tutur Rangga.
Selain itu, tidak sedikit responden pesimistis Pemilu 2024 akan terbebas dari sikap intoleransi.
Adapun survei Litbang Kompas dilakukan dalam kurun waktu 8-10 November 2022. Survei dilakukan dengan mewawancarai 512 responden di 34 provinsi yang ditentukan secara acak.
Tingkat kepercayaan survei ini 95 persen, nirpencuplikan penelitian lebih kurang 4,33 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Kendati demikian, kesalahan di luar pencuplikan sampel dimungkinkan terjadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.