Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedatangan Firli ke Rumah Enembe, Jabat Tangan, dan Urgensinya yang Dipertanyakan

Kompas.com - 04/11/2022, 10:45 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kedatangan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke kediaman Gubernur Papua Lukas Enembe menuai kritik.

Firli bersama tim KPK memeriksa Lukas di Jayapura. Adapun Lukas merupakan tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi Rp 1 miliar.

Dalam pertemuan di Jayapura itu, Firli tampak menjabat erat tangan Lukas yang sedang duduk di depan meja makan. 

Senyum semringah Firli, sajian makanan di piring ,dan dua lilin menyala di atas meja, diabadikan dalam sebuah foto yang dibagikan kuasa hukum Lukas.

Baca juga: Firli Sebut Langkah Hukum Kasus Lukas Bergantung Hasil Pemeriksaan Penyidik dan Tim Medis

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengaku tidak memahami urgensi kedatangan seorang Ketua KPK ke rumah Lukas.

Ia menilai, pemeriksaan itu cukup dihadiri tim penyidik dan tim medis dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

“Hingga saat ini kami benar-benar tidak memahami apa urgensi seorang Ketua KPK, Firli Bahuri datang menghadiri langsung pemeriksaan Lukas Enembe di kediamannya,” kata Kurnia dalam pesan tertulisnya kepada Kompas.com, Jumat (4/11/2022).

Menurut Kurnia, tingkah Firli menjabat erat tangan Lukas, seorang tersangka dugaan suap dan gratifikasi menjadi lelucon di masyarakat.

Ia mengingatkan, Pasal 21 Ayat (1) Undang-Undang KPK yang baru tidak lagi menyatakan pimpinan KPK merupakan penyidik sebagaimana UU KPK sebelumnya.

Pada saat yang bersamaan, Firli juga bukan dokter yang bisa memeriksa kesehatan Lukas. Kehadirannya di rumah Lukas menjadi tanda tanya.

“Kehadiran dirinya di kediaman Lukas, terlebih sampai berjabat tangan semacam itu lebih semacam lelucon yang mengundang tawa di mata masyarakat,” ujar Kurnia.

Baca juga: Saat KPK Mesti Repot Datangi Papua Hanya demi Periksa Lukas Enembe...

Sebelumnya, memasuki pekan terakhir bulan Oktober, KPK memang mengumumkan bakal mengirim tim penyidik dan tim medis independen dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk memeriksa Lukas di rumahnya, Distrik Koya Tengah, Jayapura, Papua.

Wakil Ketua Alexander Marwata mengatakan, keputusan tersebut diambil berdasarkan rapat terbatas dengan Menteri Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, TNI, Polri, dan Polda Papua.

Selain penyidik dan tim medis, Alex mengatakan, tim tersebut juga akan didampingi pimpinan KPK.

“Dalam rangka pemeriksaan kesehatan Lukas Enembe dan pemeriksaan Lukas Enembe sebagai tersangka, tidak untuk melakukan jemput paksa. Sekali lagi, tidak untuk melakukan jemput paksa,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Senin (24/10/2022).

Mendengar rencana itu, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, pertemuan itu bisa menuai masalah.

Sebab, pimpinan KPK dilarang menemui pihak yangs edang berperkara.

Zaenur menuturkan, Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK memang menyatakan bahwa pimpinan KPK merupakan penyidik dan penuntut umum.

Namun, berdasarkan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 atau UU terbaru, ketentuan itu dihapus. Dengan demikian, pimpinan KPK bukan lagi penyidik maupun penuntut umum.

Baca juga: KPK Periksa Lukas Enembe Selama 2 Jam di Kediaman Pribadinya

Di sisi lain, Pasal 36 UU KPK Tahun 2002 yang melarang pimpinan KPK bertemu maupun menjalin hubungan dengan pihak berperkara tidak dihapus oleh UU terbaru.

“Jadi kalau sekarang pimpinan KPK mau ketemu Lukas Enembe, meskipun dalam konteks perkara bukan dalam konteks di luar perkara, menurut saya tetap ada potensi masalah dilihat dari UU Nomor 19 Tahun 2019,” kata Zaenur saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/10/2022).

Lampu hijau Dewas KPK

Sementara itu, Dewan Pengawas (Dewas) KPK memberikan lampu hijau untuk pimpinan KPK datang menemui Lukas Enembe.

Anggota Dewas KPK, Albertina Ho mengatakan, tidak ada larangan bagi Firli ikut mendampingi tim penyidik dan tim medis memeriksa Lukas Enembe.

Menurut Albertina, pertemuan itu tidak menjadi soal sepanjang kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas.

“Kalau dalam rangka pelaksanaan tugas tidak dilarang,” kata Albertina saat dihubungi wartawan, Senin (24/10/2022).

Baca juga: Pengacara Sebut Lukas Enembe Sakit, Pemeriksaan KPK Tidak Dilanjutkan

Tidak hanya itu, menurut Albertina, Firli bahkan tidak perlu mendapatkan izin dari Dewas KPK untuk menemui Lukas dengan catatan, pertemuan itu dalam rangka menjalankan tugas KPK.

“Kalau tidak dilarang kan tidak perlu izin, yang penting dalam rangka pelaksanaan tugas,” kata dia.

Anggota Dewas KPK lainnya, Syamsudin Haris juga menyatakan hal serupa. Menurut dia, tidak masalah pimpinan KPK menjalin hubungan dengan pihak berperkara.

Dengan syarat, tindakan itu dilakukan dalam hal melaksanakan tugas KPK.

“Sepanjang dalam rangka pelaksanaan tugas, tidak ada masalah jika insan KPK berhubungan dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain,” kata Syamsudin Haris saat dihubungi awak media.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pimpinan KPK tetap penyidik dan penuntut umum.

Dengan demikian, pimpinan KPK tetap diperbolehkan menemui Lukas Enembe. Menurut Alex, kedatangan pimpinan KPK ke rumah Lukas seusai undang-undang yang berlaku.

“Pimpinan, ex officio tetap penyidik dan penuntut umum,” kata Alex saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Senin (24/10/2022).

Sikap Dewas dipertanyakan

Sikap Dewas yang membolehkan pimpinan KPK menemui pihak berperkara disebut layak dipertanyakan.

Baca juga: Didampingi Kapolda dan Pangdam, Ketua KPK Pimpin Pemeriksaan Lukas Enembe di Jayapura

Kurnia menyebut, Pasal 4 Ayat (2) huruf a Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020 memang memiliki alasan pembenar, yakni sepanjang pertemuan itu dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas dan di bawah pengetahuan pimpinan atau alasan langsung.

Namun demikian, menurut ICW, kehadiran Firli Bahuri di rumah Lukas tidak dibutuhkan.

“Jadi, Dewan Pengawas seharusnya melarang, bukan malah membiarkan peristiwa itu terjadi,” ujar Kurnia.

Menurut Kurnia, kedatangan Firli di rumah Lukas menjadi pertemuan kedua jenderal polisi itu dengan pihak yang berperkara di KPK.

Pada Mei 2018 lalu, Firli menemui Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang. Firli kemudian dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat.

“Ini memperlihatkan sejak dulu hingga kini Firli tidak memiliki standar etika sebagai Pimpinan KPK,” kata Kurnia.

Baca juga: Sebut Lukas Enembe Siap Diperiksa KPK, Pengacara: Kami Sudah Buka Pintu Lebar

Adapun Lukas ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber dari APBD Papua pada awal September lalu.

KPK menjadwalkan Lukas menjalani pemeriksaan pada 12 September sebagai saksi dan 26 September sebagai tersangka. Namun, Lukas tidak hadir dengan alasan sakit.

Pengacara Lukas menyebut kliennya menderita sejumlah penyakit antara lain, stroke, jantung, darah tinggi, diabetes, dan lainnya.

Pemeriksaan terhadap Lukas berlangsung alot. Pengacaranya meminta KPK menerbitkan izin untuk berobat ke Singapura.

Namun, KPK meminta Lukas tetap menjalani pemeriksaan medis di Jakarta terlebih dahulu.

KPK akhirnya memutuskan mengirim tim medis dan penyidik ke Papua. Pemeriksaan kesehatan Lukas perlu dilakukan agar KPK mendapatkan second opinion.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com