JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tak konsisten dalam penolakannya terkait gugatan uji materi Komponen Cadangan (Komcad) pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN).
Pengacara publik LBH Jakarta Teo Reffelsen menilai, inkonsistensi tersebut terlihat pada aspek pertimbangan putusan yang diambil MK.
Ia mengatakan, MK dalam pertimbangannya mengakui bahwa definisi ancaman dalam UU PSDN kabur dan menciptakan ketidakpastian hukum.
“Alih-alih membatalkan pasal tersebut, MK justru memerintahkan pembentuk UU merevisi pengaturan tersebut melalui revisi UU PSDN yang telah masuk Prolegnas yang sejatinya tidak dibenarkan dalam konteks hukum,” kata Teo dalam keterangan tertulis, Senin (31/10/2022) sore.
Baca juga: MK Tolak Permohonan Gugatan soal Komponen Cadangan
Teo menyebut, MK dalam pertimbangannya juga menyatakan penetapan Komcad manusia, sumber daya alam (SDA), sumber daya buatan (SDB), sarana, serta prasarana nasional harus demokratis dan menghormati hak asasi manusia (HAM).
Ia membenarkan mengenai argumentasi tersebut. Tetapi, ia menilai MK seolah tidak berani menyatakan penetapan Komcad secara sepihak yang dapat dilakukan Menteri Pertahanan (Menhan) keliru, tidak demokratis, dan berpotensi melanggar HAM.
Ia juga menyoroti pertimbangan MK yang menyatakan UU PSDN sudah mengakomodir prinsip conscientious objection atau mekanisme penolakan karena pemerintah tidak mewajibkan warga negara mengikuti Komcad.
“UU PSDN memang benar tidak mewajibkan warga negara untuk mengikuti Komcad, akan tetapi UU PSDN tidak sama sekali memberikan mekanisme penolakan,” terang dia.
Teo menyatakan, konseptual dasar pertimbangan putusan MK dalam menolak permohonan tersebut kacau.
Baca juga: Wapres Maruf Amin Tetapkan 2.974 Anggota Komcad untuk Pertahanan Negara
Menurutnya, hal ini terlihat ketika MK menyebut polisi adalah masyarakat sipil sehingga sama dengan organisasi masyarakat (ormas), karenanya diklasifikasikan sebagai komponen pendukung.
“Pertimbangan dan putusan MK yang menyebutkan bahwa polisi adalah bagian masyarakat sipil adalah sesat pikir,” imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya, MK menolak permohonan gugatan uji materi Komcad dalam UU PSDN.
"Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan, dikutip dari Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Senin (31/10/2022).
Selain itu, MK juga mengadili dalam provisi, menolak permohonan provisi untuk seluruhnya.
Anwar menyatakan, permohonan para pemohon berkenaan dengan Pasal 75 dan Pasal 79 UU Nomor 23 Tahun 2019, kabur.
“Pokok permohonan para pemohon selain dan selebihnya adalah tidak beralasan menurut hukum,” tegas Anwar.
Baca juga: 3 Kepala Staf TNI Kompak Hadiri Pelantikan 2.974 Anggota Komcad
Sementara itu, Hakim MK Arief Hidayat mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara yang berdaulat memerlukan adanya sistem pertahanan negara yang kokoh.
Sistem ini tak lain sebagai usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, keselamatan segenap bangsa.
Sekaligus, ia mengatakan, sistem tersebut sebagai upaya mempertahankan kedaulatan negara dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
“Lahirnya sistem pertahanan negara yang bersifat semesta merupakan proses perjalanan panjang perjuangan rakyat Indonesia,” tegas dia.
Adapun pihak penggugat terdiri dari Imparsial, KontraS, Yayasan Kebajikan Publik Jakarta, dan PBHI. Kemudian terdapat tiga individu yakni Ikhsan Yosarie, Gustika Fardani Jusuf, dan Leon Alvinda Putra.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.