Dia mengatakan, saat itu massa penonton berebut menyelamatkan diri mereka berupaya keluar dari pintu 13 stadion.
Akan tetapi, karena pintu itu sebenarnya untuk penonton masuk maka terjadi desak-desakan yang membuat sejumlah penonton terhimpit dan terinjak-injak hingga kehabisan napas.
Baca juga: Ketika Supir Ambulans Angkat Bicara Saat Dituduh Pungli Antar Jenazah Korban Tragedi Kanjuruhan
Nugroho memaparkan dari temuan sementara terungkap anak tangga di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, kurang ideal terutama jika terjadi kepanikan massa penonton, seperti usai pertandingan Aremania FC dan Persebaya Surabaya dalam Liga 1 pada 1 Oktober 2022 lalu.
"Anak tangga ini kalau secara normatif dalam safety regulate, ketinggian 18 senti, lebar tapak 30 senti. Ini tadi antara lebar tapak dan ketinggian sama. Rata-rata mendekati 30 (sentimeter)," kata Nugroho.
Menurut Nugroho, jika konstruksi anak tangga ideal diterapkan di stadion maka menekan kemungkinan para penonton terjatuh ketika berlari saat naik atau turun, termasuk ketika terjadi kepanikan.
Baca juga: Beberapa Korban Selamat Tragedi Kanjuruhan Alami Pendarahan Mata
Di samping itu, Nugroho yang ditugaskan menyelidiki segi infrastruktur di TGIPF Tragedi Kanjuruhan menyatakan lebar anak tangga di stadion itu juga kurang memadai.
"Kemudian lebar dari anak tangga ini juga tidak terlalu ideal untuk kondisi crowd, karena karena harus ada railing. Railing untuk pegangan," ucap Nugroho.
"Nah railing-nya juga sangat tidak terawat. Dengan stampede, desakan yang luar biasa, akhirnya railing-nya patah, dan itu juga termasuk yang melukai korban," ucap Nugroho
Nugroho juga menyarankan supaya aparat keamanan mempertimbangkan kembali penggunaan gas air mata di stadion.
Hal itu disampaikan Nugroho dari hasil temuan sementara TGIPF setelah bertemu sejumlah korban selamat dari Tragedi Stadion Kanjuruhan.
Nugroho mengatakan, TGIPF menemui dan melihat kondisi korban luka-luka atau yang terpapar gas air mata di peristiwa Stadion Kanjuruhan.
Menurut dia, anggota TGIPF juga melihat perubahan trauma akibat efek gas air mata terhadap fisik para korban terutama pada bagian mata.
"Dari menghitam kemudian memerah, dan menurut dokter itu recovery-nya paling cepat adalah 1 bulan," kata Nugroho.
Baca juga: TGIPF: Korban Tragedi Kanjuruhan Tidak Hanya Luka Jasmani, tetapi Juga Rohani
"Jadi efek dari zat yang terkandung di gas air mata sangat luar biasa. Ini juga patut dipertimbangkan untuk crowd control di masa depan," ujar Nugroho.
Nugroho menilai Stadion Kanjuruhan harus dibenahi supaya sesuai standar keselamatan guna mencegah insiden maut seperti 1 Oktober 2022 yang menewaskan 131 orang tidak terulang.
Nugroho mengatakan, pembenahan yang perlu dilakukan adalah perbaikan akses pintu keluar dan masuk bagi penonton serta membuat pintu darurat.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan dan Rusaknya Sebuah Angan-angan
"Jadi mungkin ke depan perbaikannya adalah merubah struktur pintu itu, kemudian juga mempertimbangkan aspek akses seperti anak tangga," kata Nugroho.
"Jadi itu tadi sekali lagi perlu perbaikan ke depan untuk pertandingan yang high risk match," kata Nugroho.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.