Kanal organisasi dalam situasi krisis harus berfungsi sebagai pusat informasi (as Information) dan strategi (as strategy).
Sebagai informasi mengacu pada kebutuhan untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi selama krisis.
Adapun sebagai strategi, mengacu pada penggunaan pesan untuk memperbaiki hubungan dengan para pemangku kepentingan.
Komunikasi selama krisis bertujuan memengaruhi persepsi publik tentang organisasi. Komunikasi yang dibangun harus empati agar mampu menginformasikan, meyakinkan, atau memotivasi pemangku kepentingan.
Harapannya dapat mempertahankan citra positif atau mengembalikan citra yang rusak di antara para pemangku kepentingan. Mencegah hubungan negatif dengan pihak luar dan menunjukkan bahwa organisasi bertanggung jawab.
Komunikasi empati bukan sekadar ‘gimmick’ dan atraksi tanpa makna, darinya harus tergambar secara jelas niat baik dalam seluruh strategi komunikasi yang dilakukan. Baik online maupun offline.
Ekspresi dan kreasi yang dibuat harus sesuai dengan situasi yang ada. Menempatkan diri pada ruang perasaan dan persepsi publik, sehingga apa yang ditampilkan mampu mewakili perasaan publik. “Sedih mu sedihku juga, aku merasakan apa yang kamu rasakan”.
Dalam komunikasi empati bukan melakukan ‘dramatisasi’ sebuah peristiwa, namun kemampuan lebih sensitif untuk menyelam ke dasar paling dalam dari sebuah kejadian.
Sehingga setiap kata, gerak gerik hingga ekspresi datang dengan kesadaran untuk bersikap. Bahwa ini tragedi yang telah membuat kita semua sedih dan terpukul.
Dalam menghadapi tragedi atau krisis ada banyak rumus yang seringkali muncul untuk kembali menemukan jalan solusi.
Tidak ada yang terlalu tepat, pun belum tentu semua salah. Namun prinsip-prinsip utama yang dipegang akan menentukan sejauh mana bisa efektif.
Setidaknya ada hal yang bisa dilakukan dalam menghadapi situasi krisis, dengan 4R.
Menyesali (Regret). Organisasi harus mengungkapkan penyesalan dan keprihatinan atas apa yang telah terjadi.
Ada banyak pimpinan ogranisasi, CEO, atau pejabat publik sering mengeluarkan pernyataan yang menyatakan penyesalan atas nama seluruh organisasi.
Namun efektivitasnya akan dilihat pada konsistensi dan komitmen dalam menghadirkan pesan solutif di masa-masa krisis.
Sehingga pada akhirnya penyesalan atau keprihatinan tidak diembel-embeli kekhawatiran rugi dan denda dari FIFA. Tidak juga digantungi dengan kepentingan politik yang berlebihan.
Setiap kita sedang berduka, maka ada seribu satu cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi kesedihan.
Hentakan awal adalah masa paling sulit dalam mengendalikan informasi dan situasi. Keberhasilan dalam menemukan pusat kendali akan menjadi titik balik (turning point) dalam pengelolaan krisis yang lebih baik.
Jika kontraproduktif, maka akan semakin membuka lubang besar yang akan menjerumuskan pada situasi yang lebih sulit dikendalikan.
Bertanggung jawab (Responsibility). Kemampuan pejabat publik dan organisasi untuk mengambil tanggung jawab atas apa yang terjadi merupakan langkah penting. Pada akhirnya pusat relativitas isu bisa lebih terarah dan fokus.
Sehingga langkah-langkah penyelesaian bisa disusun dengan cermat dan cepat, membangun komunikasi yang konstruktif dengan semua pemangku kepentingan.
Restitusi (Restitution). Krisis pada dasarnya menjadi pembelajaran yang mahal, meskipun telah ditangani dengan benar.