Kunjungan Presiden Jokowi ke Kyiv, (Ukraina) pada 29 Juni 2022, dan Moskwa, (Rusia) 30 Juni 2022, menunjukkan kepedulian terhadap isu kemanusiaan - dengan mencoba memberikan kontribusi untuk menangani krisis pangan yang diakibatkan perang - penghormatan terhadap kedaulatan, integritas wilayah, dan perdamaian.
Dulu Bung Karno mengatakan, PBB menghadapi suatu penimbunan masalah-masalah, masing-masing mendesak, masing-masing mengandung kemungkinan ancaman terhadap perdamaian dan kemajuan secara damai.
Kini, kata Menlu Retno, kondisi global mengkhawatirkan. Perang tengah berlangsung dan pelanggaran hukum internasional seakan menjadi norma untuk kepentingan "sebagian."
Karena itu, perlu kerja sama global di tengah ketegangan geopolitik dan ancaman krisis ekonomi. Selain itu, PBB membutuhkan reformasi dan pembaharuan multilateralisme.
Sebab, dalam bahasa Bung Karno, “…nasib dunia, dunia kita, tidak akan ditentukan tanpa kita. Nasib itu akan ditentukan dengan ikut serta dan kerja sama kita.
Keputusan-keputusan yang penting bagi perdamaian dan masa depan dunia dapat ditentukan di sini dan sekarang ini juga... Marilah kita pergunakan kesempatan itu. Kesempatan itu mungkin tak akan kembali lagi!”
Kata Menlu Retno, “Ini bukan lagi waktunya untuk berbicara omong kosong. Sekarang saatnya untuk menjalankan pembicaraan.
Kedua pidato itu menegaskan konsistensi pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang menekankan pada masalah-masalah kemanusiaan dan perlunya membangun kebersamaan, gotong-royong, dan musyawarah dalam menghadapi persoalan dunia.
Meskipun, zaman telah berubah dan terus berubah dengan tantangan baru yang kemungkinan semakin sulit dan kompleks.
Itulah prinsip utama politik luar negeri Indonesia seperti diamanatkan Konstitusi pada alenia keempat, "....ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial..."
Ini merupakan konkretisasi dari pengertian kebijakan luar negeri sebagai bentuk perilaku atau aksi (as a form of behaviour). Misalnya, di atas sudah disebut kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia, juga Afganistan.
Sikap tegas - seperti menyatakan “menolak menjadi pion Perang Dingin yang baru—dan konsisten memegang prinsip politik luar negeri bebas-aktif, sangat penting di zaman baru pasca pandemi ini.
Kata Bung Karno, 62 tahun silam, “Kami bangsa Indonesia tidak bersedia bertopang dagu, sedangkan dunia menuju ke jurang keruntuhannya.”
Apa yang dikatakan Bung Karno itu, kembali diteriakkan oleh Menlu dalam bahasa yang lain.
Apalagi Indonesia memegang Presidensi G20 dan Indonesia akan menjadi Ketua ASEAN pada 2023. Persoalan berat dalam ASEAN yang belum selesai saat ini adalah masalah Myanmar, yang bagaikan duri dalam daging.
Baca juga: Menlu Retno: ASEAN Harus Bergerak Maju, Tidak Tersandera Situasi di Myanmar
Ini merupakan tantangan Indonesia sebagai ketua ASEAN yang perlu mengambil langkah-langkah nyata demi terciptanya perdamaian dan persatuan ASEAN menghadapi tantangan zaman baru.
Sikap lebih aktif Indonesia dalam kancah internasional, akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi perdamaian dunia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.