Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TNI Diminta Evaluasi dan Awasi Brigif R 20/IJK/3 Terkait Mutilasi dan Dugaan Jual Beli Senjata Api

Kompas.com - 21/09/2022, 15:16 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong TNI melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap Brigade Infrantri (Brigif) Raider 20 Ima Jaya Keramo Divisi 3/Kostrad (Brigif R 20/IJK/3) karena beberapa anggotanya menjadi tersangka kasus mutilasi di Mimika, Papua, serta memiliki senjata rakitan.

Selain itu, kasus mutilasi itu juga diduga terkait dengan upaya jual beli senjata api ilegal yang diduga dilakukan para tersangka yang merupakan prajurit TNI.

“Komnas HAM RI mendorong adanya evaluasi dan pengawasan terhadap Brigif R 20/IJK/3. Hal ini terkait bisnis anggota, kepemilikan senjata rakitan dan catatan beberapa kasus sebelumnya terkait jual beli amunisi dan senjata,” ujar Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (20/9/2022).

Baca juga: Komnas HAM Masih Dalami Motif Kasus Mutilasi di Mimika

Pernyataan itu disampaikan oleh Beka Ulung Hapsara dalam hasil awal pantauan dan penyelidikan Kasus Pembunuhan dan Mutilasi 4 warga yang melibatkan Anggota TNI di Kabupaten Mimika, Papua.

Komisioner Komnas HAM bidang Penyuluhan Beka Ulung Hapsara saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022). KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO Komisioner Komnas HAM bidang Penyuluhan Beka Ulung Hapsara saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam mengatakan, selain ditemukan adanya unsur perencanaan pembunuhan, Komnas HAM juga menemukan adanya senjata rakitan yang dimiliki oleh salah satu pelaku dari unsur TNI.

Selain itu, anggota Brigif Raider 20 juga pernah terlibat kasus penjualan amunisi pada 2019.

"Satu pelaku anggota TNI memiliki senjata rakitan dan diketahui oleh pelaku berpangkat Mayor. Pada 2019 silam pernah diungkap adanya penjualan amunisi oleh anggota Brigif R 20/IJK/3," kata Anam.

Menurut Anam, fakta kepemilikan senjata api rakitan yang dimiliki oleh salah satu pelaku yang merupakan prajurit TNI merupakan tindakan melanggar hukum.

"Bagi kami juga aneh kenapa kok dia punya senjata rakitan? Punya senjata rakitan waktunya juga cukup lama, kan enggak boleh siapa pun (punya senjata) mau sipil, mau militer, mau polisi enggak boleh punya senjata rakitan," ujar Anam.

Baca juga: Komnas HAM Duga Mutilasi yang Dilakukan Prajurit TNI di Mimika Bukan Pertama Kali

Menurut kronologi kejadian, para tersangka diduga memancing keempat korban yakni Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Leman Nirigi, dan Atis Tini dengan iming-iming menjual senjata jenis AK-47.

Salah satu korban disebut merupakan simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Keempat korban kemudian membawa uang senilai Rp 250 juta sesuai nilai senjata yang akan dijual.

Korban dan pelaku kemudian bertemu Distrik Mimika Baru, pada 22 Agustus 2022 sekitar pukul 21.50 WIT. Namun, para pelaku justru merampas uang yang dibawa dan membunuh mereka.

Setelah melakukan pembunuhan, selanjutnya para pelaku memasukan jenazah ke dalam mobil korban dan membawanya ke Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, untuk dibuang.

Baca juga: Komnas HAM Minta Panglima TNI Pecat 6 Prajurit yang Terlibat Kasus Mutilasi di Mimika

Pelaku lebih dulu memutilasi jenazah seluruh korban dan kemudian dimasukkan ke dalam karung ebelum dibuang.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com