"Pak Jokowi tetap masih bisa incharge di dalam kehidupan politik berbangsa bernegara sebagai mungkin orang yang punya banyak pengalaman di dalam persoalan-persoalan tersebut," tuturnya.
Firman mengatakan, pengelolaan negara butuh terobosan dan ide-ide segar. Oleh karenanya, dia berharap, Pemilu 2024 kelak akan menghasilkan figur-figur pemimpin baru.
"Saya kira waktu Jokowi sudah cukuplah satu dekade, biarkan kalangan lain yang mungkin lebih punya ide-ide segar, yang lebih bisa banyak menyelesaikan persoalan diberikan kesempatan yang besar untuk berbuat sesuatu," katanya.
Hal fundamental dari diskursus ini ialah, Jokowi bisa dianggap melanggar konstitusi jika menjadi wakil presiden.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan, Undang-Undang Dasar 1945 secara tersirat melarang presiden yang sudah menjabat dua periode mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
"Pada dasarnya secara tersirat konstitusi melarang seseorang presiden mencalonkan diri sebagai wakil presiden," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (14/9/2022).
UUD memang tak mengatur secara gamblang bahwa presiden yang sudah menjabat dua periode dilarang mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
Pasal 7 UUD hanya menyebutkan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Namun, kata Feri, konstitusi mengamanatkan bahwa jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, maka harus digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 8.
Berangkat dari Pasal 7 dan Pasal 8 itu, maka, presiden yang sudah pernah menjabat dua periode tidak boleh menjadi wakil presiden.
"Di titik ini tentu jadi masalah serius karena begitu presiden mangkat, lalu presidennya yang telah dua periode secara konstitusional dia akan otomatis melanggar pembatasan masa jabatan," terang Fery.
Fery mengatakan, pasal-pasal dalam konstitusi saling berkaitan. Oleh karenanya, Pasal 7 UUD tidak bisa dibaca sendiri tanpa mengaitkan dengan pasal-pasal lainnya.
"Pasal-pasal di konstitusi saling terkait. Membacanya tidak bisa hanya letterlijk (harafiah), tapi juga maknanya," ujarnya.
Selain problem konstitusi, lanjut Feri, pencalonan Jokowi sebagai wakil presiden juga akan menimbulkan persoalan ketatanegaraan.
Dia mengatakan, tidak lumrah jika presiden kemudian menjadi wakil presiden. Sebab, menjadi presiden berarti telah mencapai puncak karier tertinggi dalam bernegara.
Sementara, kedudukan wakil presiden merupakan orang nomor dua.
Menurut Feri, orang yang sudah pernah menjabat sebagai presiden, apalagi dua periode, akan kehilangan marwahnya jika kemudian menjadi wakil presiden.
"Jadi tidak elok kemudian dirusak tradisi ini jika kemudian seorang presiden mencalonkan diri menjadi calon wakil presiden," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.