"Atasannya kan kita sudah bisa reka-reka siapa atasannya. Atasan kedinasan, yang di tempat lokasinya," tuturnya.
Bahkan, menurut Boerhanuddin, Bharada E saat itu juga mendapat tekanan untuk menembak Brigadir J.
"Iya betul (ada perintah). Disuruh tembak. 'Tembak, tembak, tembak'. Begitu," kata dia.
Baca juga: Dugaan Obstruction of Justice Irjen Ferdy Sambo dalam Kasus Brigadir J dan Ancaman Hukumannya
Dalam pernyataan terbarunya, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan bahwa tim khusus Polri perlu memeriksa Irjen Ferdy Sambo lebih lanjut soal pengambilan rekaman CCTV di sekitar TKP kematian Brigadir J.
Poengky mempertanyakan, tindakan Sambo mengambil CCTV itu apakah untuk memperlancar penyidikan atau justru menghambatnya.
Menurut dia, Sambo berpotensi diproses pidana jika terbukti merintangi penyidikan dengan mengambil rekaman CCTV.
"Jika ternyata berdasarkan hasil pemeriksaan dibuktikan untuk menghalang-halangi penyidikan, maka Pak Sambo dapat diproses pidana," kata Poengky kepada Kompas.com, Senin (8/8/2022).
Melihat perkembangan kasus ini, peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto, menilai bahwa pernyataan Ketua Harian Kompolnas terdahulu bersifat prematur dan berpotensi menjadi tindakan penyebaran berita bohong publik.
Sebab, ada ketidaksamaan antara fakta-fakta di lapangan dengan yang disampaikan oleh Benny Mamoto.
Bambang mengingatkan bahwa setiap orang yang menyebarkan berita bohong atau hoaks yang termasuk dalam Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) akan dipidana dengan ancaman pidana paling lama 6 tahun atau denda paling banyak sebesar satu miliar rupiah.
"Namun, persoalan beliau melanggar atau tidak itu tentunya harus didalami oleh penyidik," kata Bambang kepada Kompas.com, Senin (8/8/2022).
Baca juga: Kompolnas: Jika Ambil CCTV untuk Hambat Penyidikan Kematian Brigadir J, Ferdy Sambo Bisa Dipidana
Tak hanya itu, informasi terkait sebuah tindak pidana yang tidak disampaikan sesuai fakta yang berpotensi mengaburkan informasi dan menghalangi penyelidikan juga berpotensi melanggara Pasal 221 KUHP.
Pasal itu mengatur tentang obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum.
Menurut Bambang, alih-alih menjadi juru bicara polisi, peran Kompolnas harusnya memastikan bahwa proses hukum yang dilakukan kepolisian itu sesuai aturan atau tidak.
Sebelum menyampaikan suatu informasi ke publik, wajib bagi Kompolnas untuk memastikan kebenarannya.
"Harus kembali ke tugas dan kewenangan Kompolnas sendiri untuk memberikan masukan kepada kepolisian untuk melaksanakan tugasnya dengan benar, bukan seolah menjadi juru bicara polisi," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.