JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu tahap yang dilakukan dalam penyidikan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J adalah uji balistik.
Uji balistik dilakukan karena pada jenazah Brigadir J terdapat tujuh luka tembak.
Luka tembak itu diduga akibat baku tembak antara Brigadir J dan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.
Keduanya merupakan ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) nonaktif Polri Irjen Ferdy Sambo.
Menurut Polri, Bharada E terlibat baku tembak yang menewaskan Brigadir J pada 8 Juli 2022.
Mabes Polri menyatakan, Brigadir J diduga sempat melecehkan dan mengancam istri Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi, di rumah dinas di Kompleks Asrama Polri Duren Tiga, Kalibata, Jakarta Selatan.
Baca juga: Usut Senjata dalam Penembakan Brigadir J, Komnas HAM Pastikan Ada Uji Balistik
Menurut Mabes Polri, kejadian itu menimbulkan kegaduhan yang membuat Bharada E mendatangi kamar istri atasannya.
Saat itu, kata Mabes Polri, Brigadir J menghunuskan pistol dan terlibat adu tembak dengan Bharada E.
Alhasil, Brigadir J tewas dengan tujuh luka tembakan, sedangkan Bharada E tidak mengalami luka apa pun.
Untuk menganalisis peristiwa di tempat kejadian perkara (TKP), Polri menggunakan uji balistik.
Sebab, dalam kejadian tersebut disebutkan bahwa kedua ajudan itu menggunakan senjata api berbeda, yaitu pistol Glock 17 dan HS.
Menurut polisi pula, sebanyak tujuh peluru dilepaskan Brigadir J, tetapi tak satu pun mengenai Bharada E.
Baca juga: 3 Poin yang Didalami Polisi dari Hasil Uji Balistik di Rumah Irjen Ferdy Sambo
Lalu, 5 peluru dimuntahkan Bharada E dan seluruhnya mengenai tubuh Brigadir J.
Disebutkan oleh polisi, Brigadir J menggunakan senjata api pistol HS dengan magasin berisi 16 peluru, sedangkan Bharada E memakai pistol Glock dengan magasin berisi 17 peluru.
Uji balistik itu dilakukan oleh tim khusus (timsus) bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.