Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: RKUHP Berpotensi Lemahkan Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 02/08/2022, 16:07 WIB
Irfan Kamil,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang bakal disahkan berpotensi melemahkan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, 14 isu yang sempat dibahas pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu tidak memasukkan Pasal antikorupsi.

"Jika dilihat dari pernyataan pemerintah, pembentuk Undang-Undang tidak memasukkan klausula pasal antikorupsi dalam 14 isu krusial," ujar Kurnia melalui catatan kritis ICW terkait isu pemberantasan korupsi dalam RKUHP, Selasa (2/8/2022).

Baca juga: Mahfud: Presiden Minta 14 Masalah dalam RKUHP Diperhatikan Betul

"Padahal, substansi aturan antikorupsi masih dipenuhi dengan sejumlah persoalan," ucap pegiat antikorupsi itu.

Kurnia berpendapat, tim perumus RKUHP juga tidak konsisten.

Pasalnya, Edward Omar Sharif Hiariej sebelum menduduki jabatan sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM sempat mengatakan bahwa delik korupsi di RKUHP hanya sebagai core crime dan sekadar bridging article.

Secara sederhana, kata dia, hal itu mengartikan bahwa RKUHP hanya mendefinisikan perbuatan korupsi, tanpa melampirkan usulan perubahan pemidanaan.

"Namun yang terjadi justru sebaliknya. Draf yang ada berpotensi mendegradasi upaya pemberantasan korupsi," papar Kurnia.

"Alih-alih mendorong efektifitas efek jera bagi pelaku korupsi, melalui RKUHP pemerintah justru kian melemahkannya," ucap dia.

Di luar substansinya, lanjut Kurnia, proses pembahasan RKUHP juga dinilai tertutup karena naskahnya sempat tidak disampaikan kepada masyarakat.

Baca juga: Revisi RKUHP, Jokowi Perintahkan Anak Buah Minta Pendapat dan Usul Masyarakat

Menurutnya, hal itu menjadi wajar jika kemudian muncul prasangka buruk dari masyarakat kepada pembentuk Undang-undang.

"Sebab, praktik serupa juga pernah terjadi dalam pembahasan peraturan perundang-undangan lain, satu di ataranya revisi Undang-Undang KPK pada tahun 2019 lalu," ucap Kurnia.

ICW pun menekankan, jika naskah RKUHP tidak disosialisasikan kepada masyarakat, maka jelas pemerintah dan DPR telah menabrak Undang-Undang dan jauh melenceng dari mandat putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun regulasi yang diabaikan adalah Pasal 96 Ayat (1) Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) terkait hak masyarakat untuk memberikan masukan dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Sederhananya, bagaimana masyarakat bisa berpartisipasi jika naskah RKUHP sempat lama sulit diakses? Pada waktu bersamaan, pemerintah dan DPR justru menyepakati bahwa dalam beberapa bulan mendatang RKUHP akan segera diundangkan," ucap Kurnia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com