Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus ACT dan Wejangan Wapres hingga JK soal Transparansi

Kompas.com - 28/07/2022, 15:03 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidikan kasus dugaan penyelewengan dana sumbangan Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus berkembang.

Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan 4 tersangka dalam perkara itu.

Mereka adalah mantan presiden masa 2005-2019 sekaligus pendiri Yayasan ACT, Ahyudin, serta Presiden ACT yang menjabat saat ini, Ibnu Khajar.

Tersangka lainnya adalah pengurus ACT Hariyana Hermain dan sekretaris ACT periode 2009 sampai 2019 yang saat ini sebagai Ketua Dewan Pembina ACT, Novariadi Imam Akbari.

Baca juga: Polri Diminta Usut Tuntas Aliran Dana ACT dari Hulu Ke Hilir, Termasuk hingga Parpol

Keempat tersangka dikenakan sangkaan berlapis mulai dari dugaan penggelapan hingga pencucian uang.

Pertama, mereka disangkakan Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Mereka juga dijerat sangkaan subsider, yakni yakni Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Para tersangka juga dijerat dengan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.

Baca juga: Empat Tersangka Penyelewengan Dana ACT Dicekal ke Luar Negeri

Para tersangka diduga menyelewengkan dana CSR ahli waris Lion Air JT-610

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, saat masih menjabat Ahyudin diduga menyelewengkan berbagai dana donasi yang terkumpul, termasuk dari dana Boeing Community Investment Fund (BCIF) terkait dana kemanusiaan kepada ahli waris korban Lion Air JT-610.

Dalam kesempatan itu, Helfi mengatakan, dana sebesar Rp 34 miliar diduga digunakan tidak sesuai peruntukan.

"Digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya," ujar Helfi dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022) lalu.

Baca juga: Dari ACT, Bareskrim Sita 44 Mobil dan 12 Motor Terkait Kasus Penyelewengan Dana

Sedangkan Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf menjelaskan, ACT menyalahgunakan dana itu untuk pengadaan armada rice truk senilai Rp 2 miliar.

Lalu, untuk program big food bus senilai Rp 2,8 miliar, dan untuk pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya senilai Rp 8,7 miliar.

Selain itu, dana itu juga mengalir ke Koperasi Syariah 212 sebesar Rp 10 miliar.

Kemudian, ada juga Rp 3 miliar digunakan untuk dana talangan CV CUN, serta Rp 7,8 miliar untuk PT MBGS.

Helfi mengatakan, selain dugaan menyelewengkan dana CSR dari Boeing untuk ahli waris korban Lion Air JT-610, para tersangka diduga menikmati gaji dari hasil penggelapan sumbangan.

Baca juga: Polri: 44 Mobil dan 12 Motor yang Disita adalah Kendaraan Operasional ACT

Jumlah gaji yang mereka terima mulai dari puluhan hingga ratusan juta dari penggelapan donasi.

“Gaji sekitar 50-450 juta per bulannya,” kata Helfi.

Menurut Helfi, Ahyudin menerima gaji sekitar Rp 450 juta setiap bulan saat masih menjabat.

Sedangkan Ibnu Khajar menerima gaji sekitar Rp 150 juta, Hariayana dan Novariadi sekitar Rp 50-100 juta.

Dugaan kecurangan lain yang dilakukan adalah Ahyudin dan Ibnu Khajar membuat surat keputusan bersama (SKB) pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20-30 persen.

Baca juga: Ahyudin Jadi Tersangka Kasus ACT, Pengacara Pertimbangkan Praperadilan

Minta transparan

Wakil Presiden Ma'ruf Amin turut berkomentar terkait perkara hukum yang membelit ACT.

Dia meminta seluruh lembaga sosial berlatar belakang Islam menjunjung keterbukaan atau transparansi dalam melakukan kegiatan.

Ma'ruf mengatakan, transparansi harus dikedepankan agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga itu tidak tergerus.

Baca juga: Kasus ACT, Polri Panggil Pengurus Koperasi Syariah 212 Pekan Depan

"Kita menginginkan berbagai lembaga seperti ACT ini harus lebih transparan ya, karena transparansi itu orang akan bisa percaya," kata Ma'ruf dalam keterangan video, Rabu (27/7/2022).

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyampaikan ucapan duka cita atas wafatnya Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), KH Dimyati Rois, Jumat (10/6/2022).Dokumentasi/BPMI Setwapres Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyampaikan ucapan duka cita atas wafatnya Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), KH Dimyati Rois, Jumat (10/6/2022).

Ma'ruf meyakini, di luar ACT, banyak lembaga sosial berlatar belakang Islam yang dapat dipercaya.

Ia menegaskan, jangan sampai kasus yang terjadi di ACT menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadpa lembaga-lembaga serupa.

"Jadi nanti laporan-laporan keuangannya supaya lebih terbuka sehingga tidak ada lagi dugaan-dugaan," ujar Ma'ruf.

Mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menambahkan, pemerintah pun memandang serius pengelolaan dana yang dikumpulkan dari umat Islam, misalnya wakaf.

"Kita memang sudah berusaha untuk membangun semacam wakaf itu nadzir-nadzir wakaf yang mengelola wakaf itu juga dilakukan pelatihan-pelatiham, sertifikasi, kemampuan mengelola, kemudian juga salurannnya melalui lembaga-lembaga yang terpercaya, melalui perbankan, sehingga semuanya terus terbuka," kata Ma'ruf.

Baca juga: Total Ada 4 Tersangka Kasus Penyelewengan Dana ACT

Jaga kepercayaan

Senada dengan Ma'ruf, mantan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla meminta lembaga itu belajar dari kasus yang menimpa ACT.

Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12 itu meminta jajarannya bisa menjaga kepercayaan dan tidak ingin siapa pun di lembaga tersebut terjerat masalah hukum karena tidak profesional menjalankan amanah di PMI.

Baca juga: Polri Ungkap 10 Perusahaan Cangkang ACT, Bergerak di Bidang Investasi hingga Logistik

"Kita harus berkaca pada ACT yang terkena masalah hukum karena dana yang dikumpulkan justru digunakan untuk maksud yang lain," ujar JK dalam keterangan tertulis, Rabu (27/7/2022).

 Jusuf Kalla mendukung dan mengapresiasi upaya konversi Bank Riau Kepri (BRK) menjadi bank berbasis syariah.Dok. Humas Pemprov Riau Jusuf Kalla mendukung dan mengapresiasi upaya konversi Bank Riau Kepri (BRK) menjadi bank berbasis syariah.

JK mengatakan, pengelolaan dana bantuan di PMI harus dilakukan secara transparan dan akuntabilitas yang baik.

Sebagai organisasi nasional yang bergerak untuk kemanusiaan, JK bersyukur PMI masih dipercaya oleh masyarakat Indonesia untuk melaksanakan tugasnya.

Bagi JK, PMI tidak mungkin bisa menjalankan tugas tersebut tanpa bantuan dari masyarakat.

(Penulis : Ardito Ramadhan, Singgih Wiryono | Editor : Krisiandi, Bagus Santosa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Nasional
Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nasional
Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Nasional
Absen di Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin, Surya Paloh: Terus Terang, Saya Enggak Tahu

Absen di Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin, Surya Paloh: Terus Terang, Saya Enggak Tahu

Nasional
KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

Nasional
PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

Nasional
PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

Nasional
KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

Nasional
MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

Nasional
Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Nasional
TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

Nasional
Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com