Harun Masiku merupakan salah satu buron KPK yang paling menjadi sorotan publik. Politikus PDI-P itu ditetapkan sebagai DPO sejak Januari 2020.
Per 30 Juni lalu, tercatat sudah 900 hari KPK kehilangan Harun Masiku.
Harun tersandung kasus korupsi lantaran diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Harun merupakan calon legislatif (caleg) yang diusung PDI-P di Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan yang terdiri dari Musi Banyuasin, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Banyuasin, Kota Lubuklinggau, dan Palembang.
Baca juga: Bandingkan Pencarian Harun Masiku dengan Nazaruddin, ICW: Orang Ini Bukan Siapa-siapa
Mulanya, Harun tidak tercantum dalam daftar caleg sementara (DCS) di situs resmi KPU, infopemilu.kpu.go.id.
Namun, nama Harun kemudian masuk daftar calon tetap (DCT) yang telah diperbarui KPU. Padahal, sebelumnya posisi keenam diisi Astrayuda Bangun.
Hasil Pemilu menyatakan, Harun berada di posisi keenam dengan suara hanya 5.878.
Ia kalah telak dari Nazarudin Kiemas, adik almarhum suami Ketua Umum PDI P Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas, yang berhasil meraup 145.752 suara.
Baca juga: Sentil Eks Pegawai yang Klaim Tahu Keberadaan Harun Masiku, Jubir KPK: Saya Ragu..
Posisi kedua diisi oleh Riezky Aprilia yang mengantongi 44.402 suara, Darmadi Jufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, dan Diah Okta Sari 13.310 suara.
Namun, Nazarudin Kiemas meninggal dunia.
Anehnya, Harun yang menduduki urutan keenam justru diajukan PDI-P menggantikan Nazaruddin.
Setelah terkuak, rupanya Harun diduga menyuap Wahyu Setiawan dengan uang Rp 600 juta.
Suap itu diberikan agar Wahyu mendorong KPU menyetujui permohonan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI Riezky Aprillia yang duduk di nomor dua kepada Harun.