JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi sejumlah undang-undang (UU) yang digugat masyarakat dalam sidang putusan yang digelar Rabu (20/7/2022).
Setidaknya, pengujian materi dalam UU tentang Narkotika, Ibu Kota Negara (IKN) dan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kandas dalam sehari.
Adapun penolakan itu diputus oleh sembilan hakim Konstitusi, yaitu Anwar Usman, Aswanto, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, Manahan M P Sitompul, Daniel Yusmic P Foekh, Saldi Isra, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams.
UU Narkotika soal ganja medis
MK menolak pengujian materiil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap UUD 1945 terkait penggunaan ganja medis untuk kesehatan.
Baca juga: MK Tolak Uji Materi Ganja Medis sebab Belum Ada Hasil Penelitian Valid
Gugatan dengan perkara nomor 106/PUU-XVIII/2020 itu diajukan Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti, Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).
“Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar ketua MK Anwar Usman dalam persidangan, Rabu (20/7/2022).
MK menilai, materi yang diuji adalah kewenangan DPR dan Pemerintah. Oleh sebab itu, Mahkamah tidak berwenang mengadili materi yang dimohonkan.
Menurut MK, permohonan para pemohon merupakan bagian dari kebijakan terbuka DPR dan Pemerintah untuk mengkaji apakah ganja bisa digunakan untuk medis.
Adapun para penggugat meminta MK untuk mengubah Pasal 6 Ayat (1) UU Narkotika untuk memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis.
Mereka juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 8 Ayat (1) yang berisi larangan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan inkonstitusional.
Tolak Pembatalan UU IKN
MK juga menolak uji materi UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN yang diajukan Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra dan mantan Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin.
Baca juga: Gugatan UU IKN yang Diajukan Azyumardi Azra dan Din Syamsuddin Juga Kandas di MK
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 34/PUU-XX/2022 itu juga diajukan oleh tiga pemohon lain yaitu Nurhayati Djamas, Didin S Damanhuri, dan Jilal Mardhani.
Adapun UU IKN ini juga digugat oleh 12 pemohon yang tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN). Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 25/PUU-XX/2022.
Para pemohon terdiri dari mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hemahua, berbagai unsur masyarakat, kalangan purnawirawan TNI, politisi, mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan tokoh agama.
Dalam putusannya, MK menilai, survei yang menununjukkan bahwa banyak responden menolak ibu kota pindah tidak bisa jadi dasar pertimbangan.
Selain itu, permasalahan ekonomi akibat adanya pandemi yang dikaitkan dengan anggaran tidak berkorelasi dengan konstitusionalitas.
Mahkamah menilai, pembentukan RUU IKN sudah terbuka dan partisipatif. Apalagi, DPR telah mengundang banyak pihak dalam rapat dengar pendapat.
Baca juga: Isi UU IKN
Pemerintah juga telah menggelar roadshow sosialisasi RUU yang mengundang tokoh masyarakat dan akademisi dari berbagai universitas di Indonesia.
"Fast track legislation merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dan DPR sebagai langkah yang dibolehkan. Oleh sebab itu alasan pemohon tidak beralasan menuut hukum," kata hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
UU ITE soal pencemaran nama baik
Pada hari yang sama, MK pun menolak gugatan dengan nomor perkara 36/PUU-XX/2022 mengenai pengujian materi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Gugatan yang diajukan oleh 29 orang content creator itu mempermasalahkan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE terkait pencemaran nama baik.
Adapun bunyi Pasal yang digugat yakni, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik"
Menurut hakim MK, gugatan para pemohon tidak berkaitan dengan persoalan konstitusionalitas norma, sehingga dalil yang dimohonkan tidak beralasan menurut hukum untuk dikabulkan.
Mahkamah berpandangan, norma yang terkandung dama UU ITE tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Baca juga: MK Tolak Uji Materi UU ITE Terkait Pasal Pencemaran Nama Baik
Sementara itu, permintaan puluhan content creator untuk merevisi UU ITE bukan ranah kewenangan MK.
“Berkenaan dengan petitum para pemohon yang memohon agar segera merevisi UU ITE bukan merupakan kewenangan Mahkamah tetapi merupakan kewenangan pembentuk undang-undang,” papar hakim MK.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.