"Jadi, kami berharap di gelombang ketiga (pelantikan pj kepala daerah) Agustus ini sudah bisa diterapkan," kata Benni kepada Kompas.com, Kamis (14/7/2022).
"Draf finalnya sudah ada, saya berani katakan itu sudah 90 persen," tambahnya.
Sebelumnya, kritik berdatangan karena ada 272 pj kepala daerah yang bakal dilantik sepihak oleh pemerintah pusat imbas pemilu yang diundur ke 2024.
Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi juga telah meminta pemerintah menerbitkan peraturan mengenai pengisian pj kepala daerah.
Hal tersebut terungkap dalam Putusan MK Nomor 15/PUU-XX/2022, Putusan MK Nomor 18/PUU-XX/2022, dan Putusan MK Nomor 67/PUU-XX/2022.
Sejumlah pengamat menyambut positif inisiatif Kemendagri untuk menyerap aspirasi publik itu, namun menganggapnya belum cukup.
Masih ada sejumlah aspek yang perlu dipenuhi agar penunjukan pj kepala daerah ini tetap menjaga semangat demokrasi.
Pertama-tama, Kemendagri diminta juga mengumumkan dengan jelas kandidat-kandidat pj kepala daerah, baik gubernur maupun wali kota/bupati, yang akan ditunjuk.
Baca juga: Kemendagri Segera Terbitkan Aturan Teknis Penunjukan Pj Kepala Daerah
“Kita sebagai bagian dari publik juga perlu memerhatikan bagaimana rekam jejak calon yang disusulkan, itu yang menurut saya penting. Dari beberapa gelombang (penunjukan) yang terakhir ini, kalau diperhatikan, seakan-akan kita tahunya hanya (kandidat) yang sudah dipilih, yang sudah fixed,” ujar Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Aditya Perdana, dalam diskusi virtual yang dihelat PARA Syndicate, Minggu (17/7/2022).
“Kita tidak tahu siapa nama-nama yang diusulkan ke (forum sidang) tim penilai akhir itu,” lanjutnya.
Tanpa transparansi seperti ini, maka anggapan bahwa pemerintah pusat hanya menunjuk orang-orang sekubu untuk menjadi pj kepala daerah dianggap dapat dimaklumi.
Pemerintah diminta juga membuka ruang partisipasi publik dalam mengevaluasi dan memantau kinerja pj kepala daerah.
Baca juga: Aturan Penunjukan Pj Kepala Daerah Segera Terbit, Begini Rinciannya
"Kita tidak ingin evaluasi dan monitoring (pj kepala daerah) 3 bulanan itu hanya formalitas," ujar Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo dalam diskusi kesempatan yang sama.
"Tapi, (evaluasi) juga melibatkan masyarakat sipil. Ruangnya tolong diberi. Bukan hanya public exposure, tapi prosesnya masyarakat sipil juga diberikan ruang," ungkapnya.
Ia menilai, selama ini partisipasi publik seakan hanya dianggap penting di tingkat pengusulan kandidat pj kepala daerah.
Partisipasi yang bermakna ini dinilai penting bukan tanpa sebab. Ari melanjutkan, kepercayaan publik adalah modal utama legitimasi pemerintahan di negara demokrasi.
"Kalau tidak sesuai regulasinya, jelas taruhannya demokrasi kita, dan kepercayaan publik yang mungkin agak menurun ," lanjutnya.