JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengakui bahwa penunjukan penjabat (pj) kepala daerah sebagai pengisi kekosongan pejabat definitif hingga Pemilu Serentak 2024 memang mustahil memuaskan semua pihak.
"Kalau yang bisa memuaskan seluruh pihak itu kita (adakan) pemilu. Pemilu pun belum tentu akan memuaskan semua pihak, apalagi ini hanya penugasan," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan kepada Kompas.com, Kamis (14/7/2022).
Selama ini, kritik berdatangan dari kalangan masyarakat sipil karena pemilihan kandidat pj kepala daerah dinilai tidak berdasarkan alasan yang jelas dan transparan, sehingga dikhawatirkan bersifat politis.
Baca juga: Kemendagri Godok Aturan Teknis soal Pj Kepala Daerah, dari Pengangkatan hingga Evaluasi Kinerja
Mahkamah Konstitusi pun, dalam pertimbangan putusan Nomor 15 Tahun 2022 maupun pertimbangan putusan MK Nomor 67 Tahun 2021, meminta pemerintah untuk menerbitkan aturan turunan terkait penunjukan pj kepala daerah yang lebih demokratis.
Benni menjelaskan, saat ini Kemendagri tengah merumuskan mekanisme tersebut melalui rancangan peraturan yang diklaim sudah 90 persen, tetapi belum meminta pandangan dari kalangan akademisi dan masyarakat sipil.
Ia beralasan, Kemendagri sebetulnya tidak memiliki kewajiban untuk itu. Sebab, berbagai peraturan yang sudah ada telah memberikan otoritas penuh kepada Mendagri untuk menunjuk pj wali kota dan bupati serta Presiden untuk menunjuk pj gubernur.
"Pertimbangan yang disampaikan oleh MK seperti itu. Makanya, kami coba susun yang lebih bisa menjawab kebutuhan," kata Benni.
Baca juga: Kemendagri Segera Terbitkan Aturan Teknis Penunjukan Pj Kepala Daerah
"Kita menyusun peraturan ini bukan karena permintaan dari civil society, bukan karena adanya tekanan dari luar. Kita mencoba menyerap apa yang kita alami beberapa waktu yang lalu. Terbukanya seperti apa, transparansi seperti apa, itu akan kita bahas dengan teman-teman, sebelum dibahas antarkementerian," jelasnya.
Dalam mekanisme anyar ini, pemilihan kandidat pj wali kota dan bupati bakal menampung maksimum 9 kandidat, terdiri dari 3 nama usulan DPRD kota/kabupaten, 3 nama usulan gubernur, dan 3 nama usulan Kemendagri.
Sementara itu, pemilihan kandidat pj gubernur bakal menampung maksimum 6 kandidat, yakni 3 usulan dari DPRD provinsi dan 3 usulan dari Kemendagri.
Nama-nama ini akan disaring dalam tahap awal untuk berikutnya mengerucut pada 3 nama final yang akan digodok dalam forum tim penilai akhir (TPA) yang terdiri dari lintas kementerian dan lembaga.
Benni mengeklaim, penilaian di forum TPA bakal bersifat kolektif, bukan diputuskan sepihak oleh Menteri Dalam Negeri sebagai pihak yang berwenang mengangkat pj wali kota/bupati maupun Presiden yang berwenang mengangkat pj gubernur.
Baca juga: Turunkan Stunting 2,7 Persen Per Tahun, Pemprov Riau Terima Penghargaan dari Kemendagri
"Jadi, sebenarnya kami mencoba merangkum semua aturan itu, UU, PP, Perpres, kemudian peraturan menteri, yang coba dijadikan satu dalam format itu. Dan, kami tambahkan supaya muatan-muatan yang demokratis, transparan, yang akuntabel itu memperkuat regulasi itu," tambah Benni.
Sebagai bagian dari upaya transparansi, ia juga mengeklaim bahwa aturan ini kelak akan mengatur secara jelas parameter-parameter dalam pemilihan kandidat, pengangkatan, pelantikan, sampai pengawasan dan evaluasi kinerja para pj kepala daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.