Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi III Harap RKUHP Segera Disahkan, tapi Tetap Butuh Masukan Publik

Kompas.com - 12/07/2022, 19:31 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Johan Budi menegaskan, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) penting untuk segera disahkan menjadi Undang-undang.

Meski demikian, dia juga mengatakan, sebelum disahkan, RUU ini perlu ruang untuk menerima masukan dari publik.

“RKUHP perlu segera disahkan, tapi kalau menurut saya pribadi, dibutuhkan juga ruang untuk menerima masukan-masukan dari publik,” kata Johan dalam keterangannya, Selasa (12/7/2022).

Baca juga: Pasal 429 RKUHP tentang Gelandangan dan Tanggung Jawab Negara

Johan menyebutkan, pembahasan RKUHP sudah lama dilakukan melalui mekanisme yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dia juga mengingatkan, Indonesia belum memiliki panduan hukum pidana murni buatan bangsa sendiri. Sebab, KUHP yang digunakan saat ini adalah warisan Belanda.

“Pembahasan RKUHP ini sudah puluhan tahun dibahas, bahkan dari zamannya sebelum Presiden Jokowi. Jadi prosesnya panjang. Setelah puluhan tahun, setelah beberapa presiden, kita belum punya handbook hukum pidana,” tutur dia.

“Kita enggak punya yang benar-benar murni punya kita. Maka, penting sekali untuk segera disahkan. RKUHP urgent karena perjalanannya sudah panjang. Sudah dibahas bertahun-tahun, enggak selesai-selesai,” sambungnya.

Baca juga: RKUHP Bakal Disahkan, Wamenkumham: Jika Ada yang Mengganjal, Silakan ke MK

Politisi PDI-P itu menjelaskan, RKUHP merupakan carry over dari keputusan DPR RI 2014-2019 yang pembahasannya tinggal dilanjutkan di Tingkat II, yaitu persetujuan di Rapat Paripurna.

Berdasarkan keputusan carry over itu, pemerintah diminta untuk menyosialisasikan kembali substansi dari RKUHP agar masyarakat memahami secara utuh perubahan dari revisi sebelumnya.

Johan Budi mengatakan, Komisi III bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) akan membahas draf terbaru RKUHP dalam masa sidang DPR berikutnya, yakni pada Agustus 2022.

“DPR dan Pemerintah tidak boleh menutup ruang untuk menerima masukan terkini dari kelompok-kelompok masyarakat, termasuk pakar-pakar hukum,” terangnya.

Tetapi, menurut Johan, ruang diskusi bersama elemen masyarakat harus dibatasi agar tidak melebar.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: 89,3 Persen Responden Tak Tahu Rencana Pengesahan RKUHP

Pasalnya, pembahasan RKUHP telah mencapai kesepakatan pembahasan tingkat I di DPR yang waktunya juga sudah cukup lama.

“Masukannya cukup yang 14 poin itu saja. Kalau kita debat terus, enggak selesai-selesai jadi masukannya mengerucut di 14 isu krusial itu,” imbau Johan Budi.

Adapun 14 isu krusial yang dimaksud adalah pasal hukum yang hidup dalam masyarakat (Living Law); pidana mati; penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden; menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib; dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin; contempt of court; unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih.

Baca juga: RKUHP Belum Disahkan Juli, Masih Butuh Pendapat Fraksi di DPR

Kemudian juga pasal soal advokat yang curang; penodaan agama; penganiayaan hewan; alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan; penggelandangan; pengguguran kandungan; perzinaan, kohabitasi, dan pemerkosaan.

Johan Budi mengatakan, terdapat masukan dari pemerintah dalam 14 isu krusial dalam draft RKUHP terbaru. Salah satunya penghapusan sejumlah pasal berdasarkan pertimbangan dari hasil diskusi publik.

“Pemerintah mengusulkan ada 2 pasal yang dihapus dari 14 isu krusial itu. Mengenai pemidanaan Dokter atau Dokter Gigi ilegal dan soal pasal Advokat curang. Nanti akan kita bahas,” terangnya.

Johan berharap, pemerintah melalui Kemenkumham terus melakukan sosialisasi mengenai substansi dari 14 isu krusial RKUHP.

Baca juga: DPR dan Pemerintah Diminta Tak Abaikan Partisipasi Bermakna dalam Membahas RKUHP

Terlebih, sejumlah pasal masih menjadi sorotan publik.

“Edukasi kepada masyarakat lewat sosialisasi, khususnya terhadap 14 isu krusial RKUHP, harus semakin digiatkan agar publik dapat memahami substansinya secara lebih menyeluruh,” kata dia.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej meminta masyarakat yang keberatan terhadap RKUHP yang bakal disahkan, untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Kritisi RKUHP, Pengamat Pertanyakan Cara Penegak Hukum Bedakan Kritik dan Penghinaan

Eddy, sapaan Wamenkumham mencontohkan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang harus dilakukan perbaikan karena adanya putusan MK.

"Jika ada yang mengganjal, silakan ke MK untuk uji materiil maupun formil. Tidak perlu a priori dengan MK, buktinya UU Cipta Kerja juga dibatalkan jika dua tahun tidak diperbaiki," ujar Eddy kepada Kompas.com, Senin (11/7/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com