JAKARTA, KOMPAS.com - Ketentuan pidana mengenai penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden yang diatur dalam Pasal 218-220 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), dinilai bermasalah.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Nicky Fahrizal berpandangan, publik patut khawatir bila kritik yang disampaikan justru dianggap sebagai sebuah penghinaan oleh penegak hukum.
"Permasalahannya adalah bagaimana penegak hukum hari ini kita bisa melihat membedakan mana yang itu memang kritik atau memang jelas-jelas menghina, ini yang menjadi kekhawatiran kita," kata Nicky, Kamis (7/7/2022).
Baca juga: Draf RKUHP Dibuka dan Kembali Hidupnya Ancaman Pidana untuk Pengkritik Penguasa
Menurut Nicky, ini menjadi masalah karena persepsi atas sebuah kritik atau protes merupakan suatu hal yang sifatnya subyektif.
Oleh karena itu, ia berpendapat, aparat penegak hukum perlu memiliki pemahaman yang luas dan dalam supaya dapat membedakan kritik dan penghinaan.
"Kritik bisa jadi menjadi sangat satir, menjadi sangat tajam, dan bagaimana kita bisa memisahkan itu hanya dengan daya jangkau bernalar yang cukup tajam dan daya jangkau pemahaman yang cukup dalam," ujar Nicky.
Baca juga: Ada Perubahan Ancaman Pidana Unjuk Rasa Tanpa Izin dalam Draf RKUHP, dari 1 Tahun Jadi 6 Bulan
Nicky juga menilai, perlu ada penjelasan mengenai ketentuan dalam Pasal 218 Ayat (2) yang menyebut jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri, maka tidak dikategorikan sebagai penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat.
"Ini menjadi penting sekali bagaimana ini bisa ditafsirkan seperti itu? Sedangkan kita tahu bahwa hari-hari ini sangat sesnitif sekali untuk mengkritisi kebijakan, untuk mengkritisi suatu pernyataan pemerintah atau pejabat publik," ujar Nicky.
Isi Pasal Penyerangan Harkat dan Martabat Diri Presiden
Dalam draf RKUHP yang disusun pemerintah, Pasal 218 Ayat (1) mengatur bahwa "Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV"
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.