JAKARTA, KOMPAS.com- Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Nicky Fahrizal meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah tidak mengabaikan partisipasi bermakna dari publik dalam pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Nicky mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat semestinya menjadi pelajaran bagi DPR untuk membuka ruang partisipasi dalam pembentukan undang-undang.
"Pengalamannya cukup pahit ya ketika suatu produk undang-undang dinyatakan inkonstitusional, maka karena RKUHP ini mengusung misi yamg cukup berat, krusial untuk memperbarui hukum pidana, maka jangan sampai partisipasi bermakna itu diabaikan," kata Nicky, Kamis (7/7/2022).
Baca juga: Kritisi RKUHP, Pengamat Pertanyakan Cara Penegak Hukum Bedakan Kritik dan Penghinaan
Seperti diketahui, menurut MK, partisipasi publik dianggap bermakna jika memenuhi tiga prasyarat, yakni hak untuk didengarkan, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
"Ini yang menjadi concern publik hari ini. Banyak masukan, banyak kajian untuk menyempurnakan RKUHP, namun tidak semuanya bisa diadopsi, tidak semua bisa didengarkan, terkadang juga diabaikan," ujar Nicky.
Di samping itu, Nicky juga menyoroti sikap pemerintah yang enggan membuka draf RKUHP hingga 4 Juli 2022.
Padahal, draf RKUHP penting dibuka demi memenuhi syarat partisipasi bermakna supaya masyarakat dapat memberikan opini dan pandangan mengenai hukum pidana yang selaras dengan demokrasi.
"Dalam beberapa minggu terakhir saja sangat sulit mendapatkan draf terbaru dari RKUHP, bagaimana publik bisa menilai rancangan tersebut adalah sesuai dengan komitmen demokrasi konstitusional atau sebaliknya?" kata dia.
Baca juga: RKUHP Belum Disahkan Juli, Masih Butuh Pendapat Fraksi di DPR
Nicky juga mewanti-wanti agar DPR tidak mengebut pembahasan RKUHP seperti RUU-RUU sebelumnya yang menurutnya menunjukkan tren fast track legislative.
Seperti diketahui, dalam beberapa waktu terakhir ada sejumlah undang-undang yang pembentukannya dikebut dengan cepat, misalnya UU Cipta Kerja dan revisi UU KPK.
"Apabila ini diterapkan maka ini akan menutup partisipasi publik, menutup publik ingin memberikan masukan terhadap pembahasan RKUHP karena trennya sudah ada," kata Nicky.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej membantah anggapan bahwa pengesahan RKUHP akan dilakukan secara mendadak.
Menurut Eddy, sapaan akrab Edward, pemerintah dan DPR masih memiliki cukup waktu untuk mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang.
“Yang jelas dia (RKUHP) masuk Prolegnas 2022, sampai 31 Desember 2022, masih ada waktu,” tutur Eddy saat ditemui di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Baca juga: Pemerintah Klaim Berikan Penjelasan Spesifik soal Kritik Presiden dalam Draf RKUHP
Ia menambahkan, pembahasan RKUHP baru akan dilakukan setelah DPR mengakhiri masa reses pada 16 Agustus mendatang.
Namun, ia memastikan, DPR dan pemerintah memiliki komitmen yang sama untuk mengesahkan RKUHP ini.
“Tapi ada satu kesamaan frekuensi ini harus segera disahkan. Ya kita tidak menentukan waktu harus kapan, karena besok sudah penutupan masa sidang (DPR),” imbuhnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.